REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri Hery Gunardi akan fokus mengawal merger tiga bank syariah BUMN setelah tidak lagi masuk dalam jajaran direksi Bank Mandiri. Dalam proses merger tersebut, Hery telah ditunjuk sebagai Ketua Project Management Office (PMO) Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN.
"Saya mendapatkan tugas dari Kementerian BUMN untuk mengawal proses merger bank Himbara syariah," kata Hery usai mengikuti jumpa pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Mandiri, Rabu (21/10).
Dalam RUPSLB, posisi Hery, yang juga sempat menjabat sebagai Plt Direktur Utama sepeninggal Royke Tumilaar. Royke digantikan oleh Alexandra Askandar, yang sebelumnya menjabat Direktur Corporate Banking Bank Mandiri.
Hery mengatakan penugasan dari Kementerian BUMN untuk mengawal merger ini membuat dirinya harus fokus. Apalagi proses penggabungan ini ditargetkan selesai Februari 2021.
"Karena tugas yang makin kompleks dan berat, saya akan menjalankan amanah ini dengan tidak boleh nyambi," katanya.
Sebelumnya, PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah (BNIS) akan melakukan merger untuk mendorong penguatan industri keuangan syariah di Indonesia. Sesuai dengan ringkasan rencana merger yang disampaikan, bank hasil penggabungan akan memiliki modal dan aset yang kuat dari segi finansial, sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, maupun produk dan layanan keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabah sesuai dengan prinsip syariah.
Bank hasil penggabungan akan masuk ke dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset dan Top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar dengan total aset mencapai Rp 214,6 triliun dan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun.
Bank hasil penggabungan akan tetap menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten BRIS. Komposisi pemegang saham pada bank hasil penggabungan adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) 51,2 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) 25 persen, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4 persen, DPLK BRI-Saham Syariah 2 persen dan publik 4,4 persen.
Struktur pemegang saham tersebut adalah berdasarkan perhitungan valuasi dari masing-masing bank peserta penggabungan.