Rabu 21 Oct 2020 23:38 WIB

Guru Besar ITB: Jamur Berpotensi Bantu Ketahanan Pangan

Guru besar ITB menyebut jamur di Indonesia memiliki keragaman produk

Seorang petani merawat baglog (media tanam) jamur tiram di Jalan Brokoli, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Guru Besar bidang mikologi IPB University Prof. Dr. Lisdar A. Manaf mengatakan jamur berpotensi besar untuk membantu dalam mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan keragaman pangan di Indonesia.
Foto: Antara/Makna Zaezar
Seorang petani merawat baglog (media tanam) jamur tiram di Jalan Brokoli, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Guru Besar bidang mikologi IPB University Prof. Dr. Lisdar A. Manaf mengatakan jamur berpotensi besar untuk membantu dalam mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan keragaman pangan di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar bidang mikologi IPB University Prof. Dr. Lisdar A. Manaf mengatakan jamur berpotensi besar untuk membantu dalam mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan keragaman pangan di Indonesia.

"Jamur mempunyai kesempatan besar untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Jamur di Indonesia memiliki keragaman produk yang lebih banyak dibandingkan bahan pangan lainnya, karena disamping mempunyai zat gizi dan non-gizi yang baik bagi kesehatan, jamur juga dapat diolah dari tiga sumber yaitu tubuh buah jamur, miselium dan metabolit hasil fermentasinya," ujar Lisdar dalam keterangan IPB University yang diterima di Jakarta pada Rabu (21/10).

Menurut dia, masyarakat Indonesia masih belum terbiasa mengonsumsi jamur padahal tanaman itu memiliki kandungan nutrisi tinggi. Jamur juga merupakan pilihan terbaik sebagai pangan.

Hal itu karena jamur kaya akan gizi terutama protein nabati dengan kadarnya mencapai 10 persen atau lebih tinggi dari kadar protein sayuran. Tidak hanya itu, kandungan karbohidrat pada jamur lebih dari 50 persen yang dapat menjadikannya alternatif dalam upaya penuntasan gizi buruk atau stunting.

"Jamur mempunyai kesempatan besar untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Jamur di Indonesia memiliki keragaman produk yang lebih banyak dibandingkan bahan pangan lainnya, karena disamping mempunyai zat gizi dan nongizi yang baik bagi kesehatan, jamur juga dapat diolah dari tiga sumber yaitu tubuh buah jamur, miselium dan metabolit hasil fermentasinya," ujar dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University itu.

Dia memberi contoh berbagai kegunaan jamur seperti jamur tiram yang merupakan jenis jamur paling sering dibudidayakan oleh masyarakat dapat diekstrak menjadi bahan obat. Ekstrak tersebut dapat diperoleh dari filtrat kulturnya.

Selain itu tubuh buah jenis jamur tertentu seperti Ganoderma dapat diekstrak untuk bahan tambahan pangan sekaligus suplemen, immunostimulan dan antivirus. Maka dari itu diperlukan dukungan dan promosi serta pengetahuan biologi dalam produksi jamur dan pemasarannya.

Indonesia saat ini masih tertinggal dari Thailand terkait produksi jamur sebagai pangan fungsional. Negeri Gajah Putih itu telah lebih dulu mengembangkan jamur-jamur tropis sementara di Indonesia jenis yang dikembangkan baru tiram saja, jenis lain seperti merang masih dibudidayakan secara tradisional dan berskala kecil.

Padahal, budi daya jamur cukup mudah, murah serta ramah lingkungan karena dapat memanfaatkan limbah pertanian.

Karena itu dia berharap Kementerian Pertanian untuk memberi perhatian kembali dalam pengembangan produk dan budi daya jamur dan kembali melirik Kelompok Kerja Nasional Jamur Indonesia (Pojaknas Jamindo).

Harapannya ke depan agar dapat membangun Mushroom Center sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan pembibitan bagi produk berbasis jamur.

Dia juga berharap pusat pengembangan jamur itu mendapatkan dukungan, seperti yang terjadi di Korea Selatan dengan Mushroom Center yang difasilitasi infrastruktur dari hulu ke hilir.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement