REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan Pemerintah Rusia dengan dunia Islam sempat kembali mengalami ketegangan pada dekade 1990-an. Pada 1994, Perang Chechnya I pecah. Usai mereda, pada 1999 perang yang sama kembali meledak, di mana etnis Chechnya dan Dagestan mendesak berdirinya negara Islam di Kaukasia Utara.
Dmitry Gorenburg dalam artikel Russia Menghadapi Islam Radikal (2006), menjelaskan Pemerintah Rusia menjawabnya dengan aksi militer keras dan invasi atas Chechnya. Gorenburg melihatnya lebih sebagai gerakan etnonasionalis, alih-alih semata-mata cita-cita negara Islam.
Pemerintahan Presiden Vladimir Putin pun melihat gerakan separatis lebih dipengaruhi gejolak di negara-negara tetangga Kaukasia Utara, alih-alih terinspirasi Islam.
Situasi terkini (2006) di Chechnya mulai normal. Pemerintah Rusia relatif berhasil dalam mengubah administrasi wilayah tersebut agar lebih mewadahi masyarakat lokal. Ditambah pula perbaikan-perbaikan fisik terhadap ibu kota Chechnya, Grozny, tulis Gorenburg.
Namun, masih saja ada kebijakan di tingkat negara federal yang tidak sepeka kebijakan pusat. Pada 2004, pemerintah satu negara bagian Rusia di Kaukasia Utara, Kabardino-Balkaria, membuat aturan bahwa ibadah umat Islam hanya diperbolehkan pada Jumat. Itu pun hanya boleh berlangsung 40 menit.
Orang Islam yang dicurigai sebagai simpatisan ekstremisme dilarang masuk masjid. Kebijakan semacam ini hanya meningkatkan popularitas organisasi radikal sebab kelompok Muslim tradisional kebanyakan tak berani menyuarakan sikap represif pemerintah setempat, tulis Gorenburg.
Kecenderungan antiimigran di wilayah perkotaan Rusia telah meningkatkan angka kekerasan terhadap Muslim. Tantangan terbesar Pemerintah Rusia adalah bekerja sama dengan beragam tradisi dan etnis itu, agar tercipta kedamaian dan perkembangan ekonomi, khususnya di wilayah-wilayah mayoritas Muslim (di Rusia), lanjutnya.
Namun, menurut Gorenburg, bagaimanapun, Pemerintah Rusia telah membuat kebijakan yang nyata dan menilai penduduknya yang Muslim sebagai aset. Pada 2005, Rusia menjadi negara pengamat dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Hubungan antara Rusia dan Dunia Islam kian erat. Di dalam negeri, menurut Gorenburg, mayoritas umat Islam Rusia menolak paham radikal. Hal itu seiring dengan politik pemerintahan Presiden Putin sejak 2006.