Kamis 22 Oct 2020 06:30 WIB

Kejujuran Siswa Saat Ulangan Jadi Tantangan Selama PJJ

PJJ membuka celah bagi siswa yang ingin dapat nilai bagus dengan segala cara.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Pembelajaran jarak jauh (PJJ). Untuk mengatasi ketidakjujuran siswa dalam memanfaatkan gawai saat ujian, guru direkomendasikan untuk memberi soal yang membuka ruang untuk analisis.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pembelajaran jarak jauh (PJJ). Untuk mengatasi ketidakjujuran siswa dalam memanfaatkan gawai saat ujian, guru direkomendasikan untuk memberi soal yang membuka ruang untuk analisis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah satu tantangan dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah terkait dengan kejujuran peserta didik. Tak dipungkiri, model PJJ membuka kesempatan bagi siswa yang cenderung ingin mendapat nilai bagus dengan segala cara.

Agar risiko siswa berbuat curang terpangkas, guru harus memberi solusi metode belajar untuk meluruskan hal itu. Guru SMKN 1 Pangkal Pinang, Rizma Panca, mengungkapkan bahwa guru harus mulai memerhatikan gaya dan minat belajar siswa serta pekerjaan orang tua mereka.

Baca Juga

Terkait materi, Rizma menyarankan, guru memberi bahan yang bersifat inklusif. Untuk mengatasi ketidakjujuran siswa dalam memanfaatkan gawai saat ujian, dia merekomendasikan guru untuk memberi soal yang membuka ruang untuk analisis.

"Gunakan soal yang lebih menganalisis, menggunakan nalar. Itu dapat mengurangi ketidakjujuran peserat didik,” kata Yaya, sapaan akrab Rizma dalam acara webinar GREDU “Posisi Kejujuran saat PJJ, Waktunya Perbaikan Sistem Belajar?”, yang disimak di Jakarta, Rabu (21/10).

Di saat seperti ini, menurut Yaya, guru harus punya strategi pembelajaran yang sesuai. Gunakan juga aplikasi atau versi web Zoom Meeting untuk mengingatkan anak tentang pentingnya kejujuran dan tanggung jawab.

Di lapangan, Yaya mengamini bahwa nilai kejujuran itu dipertanyakan saat PJJ. Karena itu, Kemendikbud mengeluarkan kurikulum darurat yang juga memanusiakan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua.

"Peran orang tua banyak, antara lain bagaimana mereka melihat kondisi anak dalam belajarnya," ujar dia.

Yaya mengatakan, kurikulum darurat juga mengurangi capaian kompetensi dasar, sehingga siswa memiliki banyak wantu untuk mengasah keterampilan lain selama PJJ. Kedati demikian, siswa bisa jadi tetap suka cara alternatif dalam mendapatkan nilai besar saat ujian.

"Peran lebih besar itu di orang tua, memanusiakan hubungan itu ada kerja sama orang tua dan wali kelas,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement