Kamis 22 Oct 2020 16:49 WIB

Lulusan Perguruan Tinggi Dominasi Pengangguran di Indonesia

Yang menganggur itu kebanyakan tingkat pendidikan lebih baik.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah.
Foto: Dok. Kementerian Tenaga Kerja
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI, Ida Fauziyah mengungkapkan alasan pemerintah memerlukan UU Cipta Kerja di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari tantangan besar yang dialami para tenaga kerja.

"Kita punya tantangan ketenagakerjaan, kenapa UU Cipta Kerja itu dijadikan pintu masuk untuk membangun ketenagakerjaan di Indonesia. Kita punya tantangan yang tidak kecil, besar sekali," kata Ida di UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Kota Malang, Kamis (22/10).

Baca Juga

Berdasarkan profil ketenagakerjaan, 85 persen warga Indonesia yang bekerja berpendidikan SMA ke bawah. Atau, sekitar 56 persen hanya lulusan SMP dan seterusnya ke bawah. Bahkan, ada pula yang tidak lulus SMP tapi masuk dalam profil ketenagakerjaan di Indonesia. 

Di sisi lain, Ida mengungkapkan, lulusan pendidikan tinggi justru paling mendominasi pengangguran di Indonesia. "Jadi yang bekerja, tingkat pendidikan rendah, sementara yang menganggur itu tingkat pendidikan lebih baik," ungkapnya.

Ida mengklaim angka pengangguran Indonesia saat ini berkisar 6,9 persen. Angka pengangguran tersebut tidak semata-mata akibat pandemi Covid-19. Persoalan tersebut dipengaruhi oleh tidak adanya link and match di dunia pendidikan dan ketenagakerjaan. 

"Jadi apakah SMK yang telah melaksanakan pendidikan vokasi? Atau diploma yang kebanyakan pendidikan vokasi, dan ternyata dia melahirkan sarjana atau lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar," ucap Ida.

Saat ini masalah yang perlu diseriusi di Indonesia, yakni Sumber Daya Manusia (SDM). Indonesia harus menyiapkannya sebaik mungkin. Apalagi, Indonesia akan memperoleh bonus demografi pada 10 tahun mendatang. 

Indonesia mempunyai pekerjaan yang banyak, terutama masalah angka pengangguran yang tinggi. Terlebih, angka pengangguran semakin bertambah sampai 3,5 juta orang selama pandemi Covid-19. "Angkatan kerja baru kita itu dua sampai tiga juta. Jadi kira-kira yang harus diselesaikan itu, 12 sampai 13 juta," jelasnya.

Masalah pengangguran harus dihadapi dengan meningkatkan kompetensi masyarakatnya. Sementara pemerintah merapikan sistem birokrasi yang tumpang-tindih dan tidak sederhana agar investasi bisa berkembang. Kemudian dapat membantu membuka lapangan kerja yang dinginkan masyarakat ke depannya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement