REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung bersama-sama menantunya Rezky Herbiyono menerima suap Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Tak hanya suap, keduanya juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan Pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.
Dalam dakwaan, jaksa merinci sumber gratifikasi keduanya. Nurhadi dan Rezky diduga menerima gratifikasi sebesar Rp37 miliar sejak 2014 hingga 2017 dari sejumlah pihak yang berperkara.
"Terdakwa I (Nurhadi) memerintahkan Terdakwa II (Rezky) untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014 hingga 2017," kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/10).
Sumber pertama yakni, Direktur Utama PO Jaya Utama, Handoko Sutjitro. Handoko disebut pernah memberikan uang kepada Nurhadi melalui rekening Rezky sebesar Rp600 juta, dan melalui rekening Soepriyo Waskito Adi sejumlah Rp1,8 miliar.
"Bahwa Handoko Sutjitro menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa I (Nurhadi) dalam rangka pengurusan perkara Nomor 264/Pdt.P/2015/PN.SBY dan perkara tersebut dimenangkan oleh Handoko Sutjitro," ungkap Jaksa Wawan.
Sumber kedua, gratifikasi dari Direktur Dian Fortuna Erisindo, Renny Susetyo Wardhani. Dalam dakwaan disebutkan Renny memberikan uang kepada Nurhadi melalui rekening Rezky Herbiyono sebesar Rp2,7 miliar. Uang itu diduga untuk memuluskan gugatan Peninjauan Kembali yang diajukan Renny.
Ketiga, gratifikasi dari Direktur PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan untuk Nurhadi melalui rekening Rezky dengan jumlah Rp2,5 miliar dalam empat kali transaksi. Melalui rekening Calvin Pratama sebesar Rp1 miliar, serta melalui rekening Yoga Dwi Hartiar Rp3,5 miliar.
"Bahwa Donny Gunawan menyerahkan uang itu kepada Terdakwa I (Nurhadi) dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya No.100/Pdt.G/2014/PN.SBY dan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 723/Pdt./2014/PT.Sby serta di Mahkamah Agung RI Nomor 3320 K/PDT/2015," terang Jaksa.
Keempat, gratifikasi dari Direktur PT Benang Warna Indonusa, Freddy Setiawan. Freddy mengirimkan uang ke Nurhadi melalui rekening HR Santoso SH sejumlah Rp23,5 miliar sejak 19 Mei 2015 hingga 3 Maret 2017. Uang diberikan kepada Nurhadi diduga agar memuluskan pengurusan perkara Peninjauan Kembali.
Terakhir, Nurhadi disebut menerima gratifikasi dari Riadi Waluyo melalui rekening Calvin Pratama sejumlah Rp1,68 miliar. Riadi Waluyo diduga menyerahkan uang tersebut ke Nurhadi terkait pengurusan perkara di Pengadilan Denpasar Nomor 710/Pdt.G/2015/PN.Dps.
"Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut diatas, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," tegas Jaksa Wawan.
Menurut Jaksa, penerimaan uang oleh Nurhadi melalui Rezky haruslah dianggap suap. Sebab, berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya sebagai Sekretaris di MA.
Atas perbuatannya dalam penerimaan gratifikasi, Nurhadi dan Rezky didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.