Kamis 22 Oct 2020 22:45 WIB

Legislator: Hukuman Para Koruptor Jiwasraya Belum Maksimal

Anggota DPR nilai hukuman para koruptor Jiwasraya belum maksimal

Politikus PDIP, Masinton Pasaribu
Foto: Youtube/Tangkapan layar ILC
Politikus PDIP, Masinton Pasaribu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu menilai hukuman kepada para pelaku kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum maksimal. Menurutnya, pemberian hukuman penjara seumur hidup memang penting, namun penting pula mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertimbangkan asas manfaat hukum berupa pengembalian kerugian negara sekaligus memberi efek jera.

"Di satu sisi kita hukum badannya, tapi di satu sisi negara tidak boleh kalah untuk mengejar aset-aset terdakwa agar kerugian negara dapat kembali," kata Masinton saat diskusi Diskusi virtual 'Vonis Maksimal Tersangka Jiwasraya' yang digelar Ruang Anak Muda, Kamis (22/10).

Baca Juga

Masinton menilai, kasus tindak pidana korupsi Jiwasraya sudah dapat disebut sebagai kasus yang terstruktur sistematis dan masif (TSM), karena kasus itu melibatkan pengusaha, direksi BUMN hingga pihak pengawas, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Korupsi ini jelas standar hukumnya. Bisa disebut TSM, karena ada pengusaha, BUMN, dan pengawas nya. Dan itu mesti dihukum berat," kata politikus PDI Perjuangan itu.

Sementara itu Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih menekankan agar koruptor Jiwasraya diusut secara tuntas dengan menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TPPU). Garnasih mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) perlu menjerat dengan UU TPPU agar hukum dapat menindak terdakwa, khususnya Komisaris Utama PT TAM, Heru Hidayat dan Direktur Utama PT HI, Benny Tjokrosaputro dengan tujuan pengembalian kerugian negara secara optimal.

"Yang empat orang telah divonis, kok tidak dijerat TPPU, terus uang nya kemana? Penegak hukum harus melakukan penelusuran dengan tujuan pemiskinan agar pengembalian kerugian negara dapat dilakukan secara optimal," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan pidana seumur hidup kepada mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya periode Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014 dan Direktur PT MI, Joko Hartono Tirto.

Sedangkan dua terdakwa lainnya, yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat akan divonis dalam waktu dekat. Kedua terdakwa dijerat dengan Undang-Undang TPPU sebagaimana diatur pada pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam dakwaannya Jaksa menilai, terdakwa terbukti melakukan korupsi pengelolaan dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun, serta terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.

Dalam praktek TPPU, kedua terdakwah dinilai berupaya menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaannya yang bersumber dari tindak korupsi.

Adapun jejak tindak pidana pencucian uang Benny Tjokro dalam uraian dakwaan (JPU) yakni:

Dalam rentang waktu 26 November—22 Desember 2015, Benny Tjokrosaputro menerima pembayaran atas penjualan Medium Term Note (MTN) PT. Armidian Karyatama dan PT Hanson International Tbk. sejumlah Rp880 miliar. Uang itu lalu untuk membeli tanah di Maja, Kabupaten Lebak, Banten, membayar bunga Mayapada, membeli saham, dan membayar kepada nominee Benny Tjokrosaputro atas nama PO Saleh (dikendalikan Jimmy Sutopo).

Kedua, pada tanggal 6 Oktober 2015—14 Maret 2017 Benny Tjokorosaputro mempergunakan uang hasil jual beli saham MYRX, BTEK dan Medium Term Note (MTN) PT Armidian Karyatama dan PT Hanson International, Tbk. sejumlah Rp1.75 triliun dengan mengggunakan rekening terdakwa di Bank WINDU (Bank China Construction Bank Indonesia).

Ketiga, Benny Tjokrosaputro pada bulan April 2016 telah menempatkan, mentransfer uang hasil jual beli saham miliknya sejumlah Rp75 miliar pada Bank Mayapada atas nama Budi Untung S.

Keempat, Benny Tjokrosaputro membeli tanah di Kuningan Jakarta Selatan dengan menggunakan PT Duta Regency Karunia, kemudian membuat kesepakatan dengan pemilik PT Metropolitan Kuningan Properti Tan Kian untuk membangun apartemen South hill. Penjualan dilakukan secara pre-sale dengan Benny telah menerima Rp400 miliar dan Tan Kian menerima Rp1 triliun. Benny juga 95 unit apartemen dengan atas nama orang lain.

Kelima, Benny Tjokrosaputro membeli 4 unit apartemen di Singapura, yaitu 1 unit di St. Regis Residence seharga 5.693.300 dolar Singapura dan 3 unit di One Shenton Way dengan cara kredit dengan jangka waktu kredit selama 30 tahun.

Keenam, Benny Tjokro selaku pemilik perusahaan properti PT Blessindo Terang Jaya pada tahun 2016 melakukan pembangunan perumahan dengan nama Forest Hill dan mengatasnamakan bangunan berupa ruko yang sudah terbangun sebanyak 20 unit atas nama Caroline.

Ketujuh, Benny Tjokoro sekitar 2017 menempatkan uang hasil jual beli saham sejumlah Rp2.2 triliun untuk membeli tanah melalui beberapa perusahaan milik/dikendalikan Benny Tjokro atau atas nama orang lain

Kedelapan, Benny Tjokro pada tahun 2018 kembali menempatkan uang hasil jual beli saham miliknya sejumlah Rp3.0 triliun untuk membeli tanah melalui beberapa perusahaan milik/dikendalikan terdakwa atau atas nama orang lain

Kesembilan, Benny Tjokro membayarkan dana dari PT AJS dengan pola transaksi RTGS dari rekening pribadinya di Bank BCA dan Bank Windu dan digunakan untuk membeli apartemen, membayar utang dengan jaminan saham MYRX, membayar bunga pinjaman, mentransfer untuk nama penerima Tahir, mentransfer untuk penerima Amolat and Partner.

Kesepuluh, Benny Tjokro mencampurkan dananya menggunakan rekening-rekening perusahaan-perusahaan lain yang terdapat pada Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI), BCA, Bank CIMB, Bank Mandiri, Bank Capital, Bank Maybank, dan Bank Mayapada

Kesebelas, Benny Tjokro pada tahun 2015—2018 menukarkan uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dengan mata uang asing sebanyak 78 kali transaksi yang dilakukan di money changer PT Cahaya Adi Sukses Utama sebesar Rp38.6 miliar dan transaksi beli valuta asing sebesar Rp158.6 miliar.

Sedangkan jejak pencucian uang yang dilakukan oleh Heru Hidayat adalah; Pertama, menempatkan ke dalam rekening perbankan atas nama Heru Hidayat di Bank CIMB Niaga, BCA, Bank Bukopin, Bank Mandiri, Bank National Nobu, Bank China Construction Bank Indonesia dan orang dan perusahaan lain.

Kedua, Heru Hidayat membeli tanah dan bangunan yang diatasnamakan Heru Hidayat sebanyak 3 unit; pembelian tanah dan bangunan yang diatasnamakan Utomo Puspo Suharto sebanyak 3 unit; membelanjakan kendaraan bermotor atas nama Heru Hidayat sebanyak 5 unit.

Ketiga, menukarkan ke dalam valuta asing (valas) di PT Berkat Omega Sukses Sejahtera yang dananya berasal dari rekening atas nama Utomo Puspo Suharto; atas nama Tommy Iskandar Widjaja; dan atas nama PT Permai Alam Sentosa dalam bentuk dolar Singapura dan dolar AS senilai total Rp382.4 miliar.

Keempat, Heru Hidayat mengakuisisi (mengambil alih kepemilikan) sejumlah perseroan yaitu akusisi PT SMR Utama Tbk (SMRU), akusisi dan membeli asset-aset perusahaan atas nama PT. Gunung Bara Utama (PT. GBU) termasuk pembelian aset sebesar Rp1,77 triliun dan kendaraan bermotor dan alat berat; akuisisi PT. Batutua Way Kanan Minerals (PT. BWKM) yaitu perusahaan tambang mineral dengan luas lahan 5.911,7 hektare di Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Kelima, memberikan sejumlah uang kepada Joanne Hidayat yang merupakan anak terdakwa Heru Hidayat untuk membeli 1 unit Apartemen Casa de Parco type studio yang dibeli pada 2014 dan 1 unit apartemen Senopati Suite 2 unit lantai 6 type 3 Bedroom perolehan tahun 2019.

Keenam, menempatkan uang pada rekening Freddy Gunawan yang kemudian digunakan untuk pembayaran kasino di Resort World Sentosa, Marina membuat kapal pinisi Bira Sulawesi Selatan, membayar kasino Marina Bay Sands, membayar utang kasino di Makau, membayar kasino Sky City di Selandia Baru.

Ketujuh, Heru Hidayat membeli apartemen di Casa de Parco, Senopati Sweet, Pakubuwono Signature, apartemen di Singapura, membeli mobil Toyota Alphard, mobil Ford Escape Hayne, mobil Ferrari, mobil Porsche, kapal Phinisi, membeli restoran di mall Senayan City, mentransfer uang ke Caymand Island, Mauritius dan Singapura.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement