REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Pertambangan mengakui bahwa sejak 2012 kegiatan eksplorasi tambang menurun drastis. Hal ini tak ditampik karena tidak adanya kepastian investasi sehingga para investor ragu untuk mengeluarkan dananya untuk kegiatan eksplorasi.
SVP Exploration Division MIND ID Wahyu Sunyoto menjelaskan puncak tertinggi kegiatan eksplorasi terjadi pada 2012 silam. Setelahnya, menurut drastis hingga saat ini. Ia mengatakan hal ini lantaran kebijakan yang saat itu masih belum memberikan kepastian usaha dan jaminan investasi.
"Hal ini kemudian disikapi oleh investor sangat negatif dan tidak bankable. Sehingga anggaran eksplorasi makin tahun makin menurun," ujar Wahyu dalam diskusi virtual MIND ID, Kamis (22/10).
Hal senada diungkapkan GM Unit Eksplorasi Antam, Tri Hartono. Ia menjelaskan selain kepastian usaha yang masih tidak jelas, berbelitnya izin usaha dan juga pengurusan lahan potensial untuk dieksplorasi masih menjadi hambatan. Ia mencontohkan ANTAM punya 7 IUP yang letaknya di kawasan hutan namun tidak bisa dieksplorasi karena tata guna lahan izinnya sangat sulit didapatkan.
"Prosesnya menjadi salah satu menghambat. Padahal misalnya, cadangan terbesar selain PTFI ada di kawasan SMZ. Namun statusnya belum masuk dalam wilayah usaha pertambangan. Jadi tidak bisa dieksplorasi," ujar Tri dalam kesempatan yang sama.
Tri menilai perlu adanya dorongan dari pemerintah agar para pelaku usaha dan investor di dunia tambang mengalokasikan sebagian dari revenuenya untuk dana eksplorasi. "Harus ada dorongan dari pemerintah, sekarang ini masing masing perusahaan harus ada ratio reveneu dan biaya eksplorasi. Saya pikir kalau diterapkan dengan baik apakah 2-3 persen dari reveneu untuk eksplorasi ini akan jadi pendorong buat eksplorasi," ujar Tri.
Wahyu juga demikian, ia menilai saat ini pemerintah mulai bebenah dalam sisi regulasi. Harapannya ini bisa menjadi sinyal positif bagi para pelaku usaha pertambangan untuk bisa gencar melakukan eksplorasi.
"Nah kemudian mereka belanjakan uang kegiatan eksplorasi. Jadi investor akan berduyun ke suatu negara yg iklim investasinya valuerable dan bankable." ujar Wahyu.