REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo akan mewajibkan seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L) mengalokasikan minimal 40 persen pagu anggarannya untuk belanja barang atau modal dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini bertujuan mendorong sektor UMKM agar dapat tumbuh di tengah krisis akibat pandemi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, mayoritas atau 99 persen sektor usaha di Indonesia merupakan UMKM. Sekaligus menyerap tenaga kerja terbanyak, yakni mencapai 97 persen.
Hanya saja sektor UMKM saat ini menjadi yang paling terdampak pandemi. Bahkan OECD memperkirakan, setelah September 2020 ini hampir separuh UMKM akan mengalami krisis atau gulung tikar.
Maka demi meminimalisir dampak tersebut, maka pemerintah berpihak pada sektor UMKM dengan mewajibkan seluruh K/L membeli produk dan jasa dari UMKM. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR. Saat ini pemerintah tengah menyusun aturan turunannya agar pelaksanaan ada dasar hukum yang jelas.
"Presiden sudah setuju 40 persen belanja K/L harus untuk UMKM. Oktober tahun lalu dalam ratas (rapat terbatas) saya juga minta agar belanja K/L juga diprioritaskan ke UMKM. Nah hari ini sudah masuk di UU Cipta Kerja, jadi saya kira advokasi kebijakan sudah kita lakukan, tinggal bagaimana implementasinya," tutur Teten dalam webinar bertema Digitalisasi Pengadaan Barang atau Jasa, Kamis (22/10).
Dukungan pemerintah, kata dia, terhadap sektor UMKM juga dituangkan dalam komitmennya mendorong BUMN belanja barang atau jasa milik UMKM. Hal ini terwujud atas sinergi antara Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kementerian BUMN beberapa waktu lalu.
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan akan memerintahkan seluruh BUMN agar mengutamakan produk UMKM ketika belanja modal. "Kami kerja sama dengan Pak Erick Thohir untuk pengadaan di BUMN dengan nilai mencapai Rp 14 miliar ke bawah untuk UMKM. Sekarang baru ada 9 BUMN yang menyatakan komitmennya dengan nilai belanja sekitar Rp 35 triliun, nanti secara bertahap akan seluruh BUMN," jelas Teten.
Melalui berbagai upaya tersebut, diyakini UMKM akan memiliki ruang yang begitu luas untuk bisa meningkatkan eskalasi bisnisnya. Bahkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor UMKM guna menjadi salah satu tumpuan utama dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Hanya saja, lanjut Teten, ada sejumlah pekerjaan yang harus dibereskan pemerintah bersama stakeholder terkait, yaitu penyiapan kemampuan dari pelaku UMKM agar bisa menghasilkan produk yang berkualitas, bermutu tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan belanja K/L. Oleh sebab itu Kemenkop tengah giat melakukan roadshow untuk melakukan pelatihan dan pendampingan bagi UMKM agar SDM-nya meningkat, khususnya pelatihan terkait digitalisasi UMKM.
"Pekerjaan kita kali ini adalah bagaimana menyiapkan agar UMKM-nya siap dan layak menjadi penyedia vendor dari barang dan jasa pemerintah. Kita juga harus mendorong agar produknya bisa masuk di e-katalog LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)," ujarnya.
Lebih lanjut, Teten mengapresiasi upaya pemerintah yang menyediakan ruang bagi UMKM untuk masuk dalam e-katalog LKPP. Dengan cara ini maka UMKM bisa bersaing dengan pelaku usaha kelas kakap, lantaran dalam menawarkan barang atau jasanya menggunakan sistem tender online. Pengadaan barang atau jasa secara digital akan mengurangi tingkat kecurangan lantaran semua proses transaksinya dilakukan dengan transparan.
"Ini (LKPP) akan kurangi proses tatap muka yang berpotensi terjadinya proses lobi atau suap oleh pemilik modal besar. Selain itu transaksi bisa secara elektronik terdeteksi karena pembayaran pun harus secara digital. Kalau udah begini maka akan transparan harga, transparan kualitas, dan transparan transaksinya," ujarnya.