REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengaku, pihaknya membuka jalan diskusi dengan petugas ambulans gawat darurat (AGD) untuk menyampaikan tuntutannya. Hal itu menyusul aksi unjuk rasa mereka di depan Balai Kota DKI Jakarta.
"Semua punya kesempatan yang sama untuk menyampaikan masalah. Silakan disampaikan secara baik-baik, mungkin melalui surat-menyurat, audiensi tatap muka. Silahkan pada pihak-pihak terkait, nanti kita cari tahu masalah sesungguhnya dan diskusikan untuk mencari solusi terbaik," kata Riza di Balai Kota DKI, Kamis (22/10).
Riza mengaku, belum tahu masalah yang menjadi tuntutan para pendemo, yakni memprotes pemutusan hubungan kerja (PHK) tiga petugas. Mereka disebut pendemo diberhentikan, karena mempertanyakan hak karyawan dan keikutsertaan dalam organisasi perkumpulan pekerja AGD (PPAGD).
"Apakah betul sudah di-PHK atau belum, apakah baru rencana dan bagaimana apa sebabnya. Karenanya sejauh bisa dilakukan dengan tatap muka itu lebih baik, dengan surat menyurat korespondensi itu juga baik," kata ketua DPD Partai Gerindra DKI tersebut.
Riza menyatakan, tuntutan mereka soal alat pelindung diri (APD) yang kurang layak untuk digunakan antar jemput pasien Covid-19, akan ditampung untuk kemudian dilakukan pengecekan dan evaluasi. "Semua masukkan dan informasi kita akan kumpulkan, nanti kita akan cek kembali dan kita lakukan evaluasi kemudian nanti kita akan ambil rekomendasi yang terbaik," ujarnya.
Sekitar 100 tenaga kesehatan yang merupakan pekerja AGD Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI, Kamis. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan manajemen Dinkes DKI yang memecat tiga pegawai AGD secara sepihak.
"Kami menolak sistem manajemen yang secara sepihak memecat pegawai AGD Dinas Kesehatan DKI. Ada tiga orang yang di-PHK dan 72 orang terancam di-PHK," kata pengurus AGD Dinkes DKI, Abdul Adjis saat ditemui di lokasi.
Abdul mengatakan, ancaman PHK itu dilakukan tanpa dasar yang jelas. Dia menjelaskan, para pekerja diminta menandatangani fakta integritas yang dinilai berisi pernyataan manajamen dapat sewenang-wenang mempekerjakan pegawai AGD. "Alasannya hanya karena tidak menandatangani pakta ingtegritas. Mereka membuat pakta integritas yang isinya kami tolak," jelas Abdul.
Selain itu, kata dia, permasalahan lainnya adalah mengenai status para pegawai AGD saat ini merupakan karyawan tetap non-PNS pada badan layanan umum daerah (BLUD). Namun, Dinkes DKI menganggap staf AGD sebagai pegawai honorer. "Jadi memang yang bikin kisruh tuh ini, ketidakjelasan status. Mereka menganggap kami honorer, padahal statusnya kami karyawan tetap di BLUD," kata Abdul.
Karena itu, Abdul berharap, Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan dapat memperhatikan kinerja bawahannya tersebut. Pasalnya, manajemen Dinkes DKI yang mengurus AGD-nya tidak transparansi dalam memberikan informasi. "Kami ingin Pak Anies menemui kami dan sebaiknya memperhatikan kami yang menjadi korban pemecatan sepihak," ujar Abdul.