Jumat 23 Oct 2020 11:42 WIB

IMF Prihatin Atas Kerusuhan di Amerika Latin

Ekonomi Amerika Latin akan kontraksi hingga 8,1 persen pada tahun ini.

 Demonstran mencalonkan diri sebagai polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka pada peringatan satu tahun dimulainya protes massa anti-pemerintah atas ketidaksetaraan di Santiago, Chili, Minggu, 18 Oktober 2020.
Foto: AP/Esteban Felix
Demonstran mencalonkan diri sebagai polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka pada peringatan satu tahun dimulainya protes massa anti-pemerintah atas ketidaksetaraan di Santiago, Chili, Minggu, 18 Oktober 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dana Moneter Internasional (IMF) khawatir bahwa kerusuhan sosial akan kembali terjadi di banyak negara di seluruh Amerika Latin setelah pandemi COVID-19 surut. Ekonomi di seluruh Amerika Latin dan Karibia diperkirakan akan berkontraksi sebagai kelompok sebesar 8,1 persen tahun ini, dengan pemantulan 2021 yang tidak merata di hanya 3,6 persen, dan sebagian besar negara tidak terlihat kembali ke tingkat keluaran sebelum Covid-19 hingga 2023.

"Beberapa penentu ketidaknyamanan sosial akan memburuk dan itu menimbulkan keprihatinan kami terhadap kawasan itu, bagi banyak negara di kawasan itu," kata Alejandro Werner, direktur IMF untuk Belahan Bumi Barat, dalam sebuah wawancara dengan Reuters.

“Keluar dari pandemi, kita akan memiliki tingkat aktivitas ekonomi dan lapangan kerja yang jauh lebih rendah dari sebelumnya, tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan yang lebih buruk,” tambahnya.

Protes yang terkadang berubah menjadi kekerasan mengguncang negara-negara termasuk Chili, Ekuador, dan Kolombia bahkan sebelum pandemi melanda. Ini dipicu oleh kemarahan atas ketidaksetaraan, korupsi, dan kebijakan penghematan pemerintah.

Baru minggu ini, pawai untuk menandai peringatan pemberontakan Chili menjadi kekerasan di beberapa bagian Santiago. Chili akan mengadakan referendum pada hari Minggu tentang apakah akan membatalkan konstitusi era kediktatoran, tuntutan utama dari protes 2019.

Werner mengatakan referendum adalah bukti bahwa Chili menyalurkan kepedulian sosial melalui proses kelembagaan.

Dia mengatakan apa yang masih harus dilihat adalah jika pemungutan suara mengarah pada hasil yang akan memungkinkan Chili untuk terus tumbuh seperti yang telah terjadi dalam tiga dekade terakhir, tetapi juga mencapai lebih banyak inklusi sosial dan mempercepat aspek inklusi sosial.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement