REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan moda raya terpadu (MRT) dase untuk segmen 2 (Harmoni-Kota) terancam molor lantaran tak ada kontraktor yang berminat menggarapnya. Sebagai solusinya, anggota dewan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melobi Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga.
Anggota DPRD DKI Jakarta Dedi Supriadi mengatakan, solusi permasalahan ini harus diselesaikan dengan menggunakan jalur politik internasional alias diplomasi dengan Jepang. Sebab, pembiayaan proyek dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA).
Pemerintah pusat, kata dia, harus turun tangan karena MRT tak hanya proyek pembangunan Jakarta, tapi juga pemerintah pusat. "Nah, kan PM Jepang yang baru akan muhibah (datang) ke Indonesia dalam waktu dekat. Ini harus dimanfaatkan untuk memuluskan proyek MRT fase 2 ini," kata Dedi.
Jika perlu, lanjut dia, Presiden bisa melibatkan Gubernur DKI Anies Baswedan proses lobi tersebut. "Kalau di tingkat pimpinan negara beres, rasanya implementasi di lapangan lebih mudah," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Dedi meyakini, Jepang akan merespons positif lobi yang dilakukan Pemerintah Indonesia terkait proyek MRT. Sebab, Jepang saat ini menganggap Indonesia sebagai negara penting dalam kontestasi bisnis internasional.
"Indonesia adalah negara yang penting bagi Jepang dalam menghadapi kompetisi bisnis dan menghadapi pengaruh China dan Amerika Serikat," katanya.
Proyek MRT fase 2 untuk segmen 1 (Bundaran HI-Harmoni) pengerjaanya sudah 8,3 persen. Namun, untuk segmen 2 (Harmoni-Kota) tak kunjung dimulai karena tak ada kontraktor yang mau menggarapnya. Penuntasannya pun diperkirakan molor hingga 2027.
Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar mengatakan, pada tender pertama, kontraktor tak ada yang mau karena tingginya risiko pengerjaan di area tersebut dan pendeknya batas waktu pengerjaan yakni 57 bulan. Sedangkan pada tender kedua, alasan kontraktor bertambah dengan adanya pandemi Covid-19.
William mengaku telah mengirim surat kepada JICA untuk memberikan solusi. JICA sudah memberikan tiga rekomendasi, yakni mekanisme limited competitive bidding, atau international shopping, atau direct contracting.