Jumat 23 Oct 2020 17:01 WIB

Mendesak Transparansi Pemerintah Soal Vaksin Covid-19

Langkah mitigasi jika vaksin Covid-19 gagal termasuk aspek yang harus dijelaskan.

Petugas medis mendata warga saat proses simulasi uji coba vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/10). Pemerintah Kota Depok menggelar simulasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam rangka kesiapan pemberian layanan vaksinasi Covid-19.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika
Petugas medis mendata warga saat proses simulasi uji coba vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/10). Pemerintah Kota Depok menggelar simulasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam rangka kesiapan pemberian layanan vaksinasi Covid-19.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Desy Susilawati, Sapto Andika Candra

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus menjelaskan secara vaksin Covid-19. Masyarakat perlu tahu tentang vaksin agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Baca Juga

"BPOM harus menjelaskan dengan gamblang, mana vaksin yang akan digunakan seperti apa hasil uji klinisnya, apa saja temuan dan laporan yang harus menjadi perhatian. Terus apa saja keterbatasannya dan hal-hal terkait lainnya. Sama dengan ketika kemarin BPOM menguji laporan temuan obat Covid-19," kata Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan Pengurus Pusat PERSI Tonang Dwi Ardyanto, Jumat (23/10).

Kemudian, ia melanjutkan kalau misalnya nanti BPOM benar-benar memberi EUA (Emergency Use Authoritation) maka dijelaskan juga apa alasannya, bagaimana batasannya, apa saja yang harus menjadi perhatian, apa langkah mitigasi kalau terjadi masalah dan sebagainya. "Karena EUA itu sifatnya darurat bukan izin edar. Baru izin penggunaan karena alasan darurat. Sewaktu-waktu dapat dicabut bila terjadi masalah. Semoga tidak pernah terjadi," kata dia.

Secara rinci dan teknis, Dwi belum bisa pastikan efek dari vaksin Covid-19 karena uji klinis masih berlangsung. Saat ini BPOM dan MUI sedang inspeksi ke pabriknya di negara China.

"Seharusnya tentu semua transparan ke masyarakat ya. Ini yang saya sebut komunikasi risiko. Komunikasi itu tidak hanya untuk kelompok masyarakat tertentu tapi untuk semua. Terutama yang menjadi gelombang pertama dengan status EUA," kata dia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengimbau agar setiap jenis vaksin yang masuk ke Indonesia harus melewati uji klinis pada populasi Indonesia sebelum disuntikkan ke orang Indonesia. “Kita sangat mendukung pemerintah membuat vaksinasi, dengan upaya ini diharapkan kasus di populasi Indonesia akan menurun,” ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Agus Dwi Susanto SpP(K), FISR, FAPSR, ketika dihubungi Republika.co.id.

Pemerintah telah menyebutkan vaksin yang dibeli Indonesia dari beberapa negara akan datang bulan depan, seperti produksi Cansino, G42 atau Sinopharm, dan Sinovac. Namun, baru satu vaksin yang sedang dilakukan uji klinis di Bandung yaitu Sinovac.

“Setahu saya baru satu yang uji klinis di Indonesia, yaitu vaksin Sinovac. Nanti kita tunggu saya hasil uji klinis di Bandung baik secara efektivitas maupun keamanan. Uji klinis itu yang terpenting adalah keamanan dan efektivitas, nanti kita lihat hasilnya,” ujarnya.

PDPI meminta supaya vaksin diberikan kepada masyarakat Indonesia itu sudah terbukti aman dan juga efektif pada populasi Indonesia dengan di buktikan melalui uji klinis yang dilakukan pada populasi Indonesia. “Karena, kita tahu populasi kita di Indonesia berbeda dengan populasi di luar negeri. Kita ras Melayu, mereka bisa saja ras Mongolia, ada juga ras di Eropa, kan berbeda, apakah efektivitas dan kemanannya sama. Tentunya harus buktikan dengan uji klinis pada populasi di Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, secara teori efektivitas vaksin dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari jenis kelamin, ras, dan faktor komorbid juga mempengaruhi. Semuanya bisa diketahui setelah uji klinis vaksin yang dilakukan di Bandung.

“Nanti kita bisa lihat apakah dengan populasi Indonesia efektif, aman. Apakah berbeda di Indonesia ini pada berbagai varian usia, suku. Di sana dilakukan hal tersebut, karena inilah yang bisa menentukan secara efektifitas dan keamanan secara pasti pada populasi di Indonesia. PDPI berharap faktor efektifitas dan keamanannya sudah terbukti kepada populasi orang Indonesia,” ujarnya.

Dengan uji klinis pada manusia di Indonesia, akan tampak apakah vaksin-vaksin yang ada memang efektif memproteksi. Uji klinis bervariasi, untuk yang di Bandung dari awal sampai akhir bisa memakan waktu sampai enam bulan.

Jika uji klinis tidak cocok dengan populasi Indonesia, menurutnya belajar dari beberapa kasus vaksinasi yang gagal di dunia, tentu ada dampak ikutannya yang bisa muncul akibat vaksinasi.

“Tentu kita tidak tahu vaksinasi bisa memberikan dampak seperti apa. Kalau dampak ikutannya berat akan menjadi tinjauan apakah dapat diberikan atau tidak pada populasi di Indonesia. Vaksinasi gagal pernah terjadi di tahun 1970 di Amerika. Ini yang harus kita perhatikan betul, jadi yang kita harapkan adalah bagaimana efektifitas dan keamanannya harus dipastikan pada populasi kita,” ujarnya.

Pemerintah meminta masyarakat tak khawatir bila nanti menjalani vaksinasi Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan vaksin dipastikan aman secara klinis bila sudah menjalani produksi massal.

Pernyataan Wiku ini bukan tanpa alasan. Proses pembuatan vaksin memang cukup panjang dengan beragam 'filter' keamanan.

Tahap pertama yang dilakukan adalah penelitian dasar. Pada tahap ini, ilmuwan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains biomedis. Setelah dilakukan penelitian, bakal vaksin akan dibuat dalam jumlah terbatas untuk bisa memasuki pre klinis dan uji klinis I, II, dan III.

Tahap selanjutnya, vaksin masuk tahap uji pre klinis. Dalam tahap ini dilakukan studi sel di laboratorium yakni studi in vitro dan in vivo. Studi dilakukan baik di laboratorium dan hewan. Fungsinya, untuk mengetahui apakah bakal vaksin ini aman diujikan kepada manusia atau tidak.

Setelah melewati tahap uji pre klinis, maka vaksin akan masuk uji klinis fase I, di mana vaksin akan diberikan ke sekelompok kecil orang untuk melihat respons imun dan kekebalan yang dipicu.

Selanjutnya pada uji klinis fase II, vaksin diberikan kepada ratusan orang sehingga ilmuwan bisa mempelajari lebih lanjut tentang keamanan dan dosis yang tepat. Jumlah sampel yang diujikan minimal 100 sampai 500 sampel.

Memasuki uji klinis fase III, vaksin diberikan kepada ribuan orang, untuk memastikan keamanannya termasuk efek samping yang jarang terjadi serta keefektifannya. Uji coba ini juga melibatkan kelompok kontrol yang diberi placebo.

Kelompok kontrol adalah masyarakat yang disuntik tapi tidak dengan vaksin. Melalui proses uji klinis ini ilmuwan dapat mengetahui apakah vaksin akan menimbulkan efek samping atau tidak.

"Penting untuk diketahui hingga saat ini belum ada negara di dunia yang sudah memproduksi vaksin Covid-19 secara massal. Sampai saat ini Indonesia terus melakukan upaya untuk melakukan pengadaan vaksin ataupun memproduksi vaksin secara mandiri," kata Wiku dalam keterangan pers, Kamis (22/10).

Masyarakat, ujar Wiku, diharapkan ikut mendukung pemerintah secara penuh dan tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan. Mengenai kelompok prioritas yang akan memperoleh vaksin di tahap awal, pemerintah masih mengupayakan pemerataan penerima vaksin nasional untuk menciptakan kekebalan komunitas atau herd imunity.

"Pemerintah terus berkoordinasi dengan pengembang vaksin untuk memastikan bahwa vaksin yang dikembangkan lolos seluruh tahapan uji klinis sebelum nantinya mendapat persetujuan dari Badan POM untuk diproduksi secara massal," katanya.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement