Sabtu 24 Oct 2020 05:05 WIB

Pemenggalan di Prancis Merupakan Penistaan ​​terhadap Nabi

Orang sering menggunakan alasan agama untuk membenarkan tindakan jahat

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
 Bunga diletakkan di depan sekolah menengah (perguruan tinggi) sebelum pawai berjaga, dijuluki
Foto: EPA-EFE/JULIEN DE ROSA
Bunga diletakkan di depan sekolah menengah (perguruan tinggi) sebelum pawai berjaga, dijuluki

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Seorang laki-laki muslim Prancis memenggal kepala seorang guru karena tidak setuju guru tersebut menunjukkan kartun Nabi Muhammad. Dr. Aslam Abdullah yang pernah menjabat sebagai Imam, Khateeb, dan Resident Scholar di berbagai institusi di India, Inggris, dan Amerika Serikat mengatakan tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan oleh Islam dan merupakan sebuah dosa.

"Hidup itu sakral, dan tidak ada yang dapat merampas hak sesama manusia untuk hidup tanpa mengikuti proses hukum yang semestinya," kata Abdullah dilansir dari Milli Gazette pada Kamis (22/10).

Menurutnya, pembunuhan yang mengerikan itu adalah tindakan emosional pelaku. Pendapatnya ini berdasarkan pada beberapa cendekiawan muslim abad pertengahan yang telah mendefinisikan penghinaan kepada Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai "penistaan" yang tunduk pada hukuman.

Seorang ahli hukum dan hakim di Emirat Granada, Qadi 'Iyad ibn Musa (1083–1149), merangkum konsensus ulama dalam kata-kata berikut: "Sesungguhnya, seorang penghujat terhadap Allah, Diagungkan, dari kalangan Muslim akan dianggap kafir, dan membunuhnya akan dinyatakan sah,"

Dalam Alquran pun, sebagai kitab suci umat Islam dijelaskan bahwa Islam pun melarang umatnya menghina agama lain.

"Tapi janganlah kamu mencaci maki sembahan-sembahan yang mereka sembah sebagai selain Allah, jangan sampai mereka mencaci Allah karena dendam, dan dalam ketidaktahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan," (QS. Al-An'am ayat 108)

Muslim ujar Abdullah, bukanlah satu-satunya orang yang mengalami reaksi kekerasan ini. Umat ​​Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, dan bahkan ateis sering menggunakan kekerasan individu untuk mempertahankan kepercayaan mereka.

Masyarakat yang menghukum atau main hakim sendiri kepada seorang Muslim atau Kristen karena dicurigai menyembelih sapi, tidak berbeda dengan Muslim Prancis yang memenggal kepala seorang laki-laki Prancis yang menghina Nabi.

Pemukim Yahudi yang menembak penduduk asli yang hidup damai di rumahnya, sambil mempertahankan tanahnya tidak berbeda dengan Muslim yang memberikan hadiah di kepala Salman Rushdie untuk menulis buku yang menghina tentang Nabi Muhammad.

"Orang sering menggunakan alasan agama untuk membenarkan tindakan jahat mereka," kata Abdullah.

Tuhan kata dia, tidak sektarian, berpusat pada etnis, atau rasis. Setiap keyakinan mendefinisikan Tuhan sebagai universal, Tuhan merangkul segala sesuatu yang ada, dan tidak membutuhkan manusia membunuh manusia atau ciptaan lain untuk menyenangkan Dia.

Tuhan tidak menunjuk beberapa manusia sebagai wakil-Nya di bumi. Dia kuat untuk membela dirinya sendiri. Dia tidak membalas dendam dari ciptaan-Nya atas penyimpangan mereka karena Dia memahami keterbatasan mereka.

Pendapat bahwa orang yang beriman kepada Allah harus membalas setiap tindakan terhadap-Nya, tidak ada hubungannya dengan keilahian-Nya atau ajaran Islam. Hanya penjahat dan mafia yang melakukan tindakan seperti itu.

"Membenarkan kekerasan dan pembunuhan bertentangan dengan esensi Tuhan di hampir semua agama," tegas Abdullah.

BACA JUGA:  3 Pemimpin Barat Ini Bersikap Kepada Islam

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement