Sabtu 24 Oct 2020 04:45 WIB

Penerbangan China tak Lagi Operasikan Boeing-737 Max

Maskapai China tak gunakan 737 Max selama hasil investigasi kecelakaan belum diungkap

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Sebuah pesawat Boeing 737 Max 8 sedang dirakit untuk TUI Group di Pabrik Perakitan Boeing Co
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Sebuah pesawat Boeing 737 Max 8 sedang dirakit untuk TUI Group di Pabrik Perakitan Boeing Co

REPUBLIKA.CO.ID, FUZHOU - Sejumlah maskapai penerbangan China masih enggan mengoperasikan lagi pesawat Boeing-737 Max. Mereka tidak akan mengambil pertimbangan apa pun selama hasil investigasi atas dua peristiwa kecelakaan pesawat jenis tersebut belum diungkap.

Badan Penerbangan Sipil China (CAAC) menyatakan pesawat jenis B-737 Max membutuhkan sertifikat kelaikan udara kembali dan memiliki pilot terlatih sebelum kembali melayani publik. Dua kali CEO Boeing berkolaborasi dengan CAAC terkait rencana pengoperasian kembali B-737 Max, ungkap Kepala CAAC Feng Zhenglin, dikutip media resmi setempat, Jumat.

Baca Juga

Badan Penerbangan Federal AS telah mencabut sertifikat kelaikan terbang pesawat jenis baru B-737 Max yang dikandangkan sejak 2019 dan masih akan meninjau para awak pesawat tersebut. Awal tahun ini, Boeing mengklaim berhasil meningkatkan sistem keamanan pesawat tersebut, seperti piranti lunak dan peningkatan pelatihan awak, agar bisa beroperasi kembali.

Boeing sebentar lagi akan mendapatkan kembali sertifikat kelaikan terbang agar bisa beroperasi di Amerika Serikat. Beberapa maskapai penerbangan di AS berencana mengoperasikan lagi pesawat B-737 Max pada akhir tahun ini.

"Kami memberikan nol toleransi terhadap berbagai gangguan fungsi keselamatan. Selama pesawat tersebut memenuhi tiga syarat, kami dengan senang hati mengoperasikannya kembali," ujar Feng.

China merupakan negara pertama yang mengandangkan pesawat tersebut setelah kecelakaan yang terjadi pada 2018 dan 2019 yang merenggut 346 nyawa manusia. Pada Oktober 2018, B-737 Max yang dioperasikan Lion Air jatuh di laut beberapa menit setelah tinggal landas dari Jakarta hingga menewaskan 189 orang.

Kurang dari enam bulan kemudian, pada Mei 2019, pesawat sejenis yang dioperasikan Ethiopian Airlines jatuh hingga menewaskan 157 orang. Kedua kecelakaan pesawat yang sama itu disebabkan oleh kegagalan sistem sensor dan kendali.

Insiden tersebut mengakibatkan reputasi dan keuangan Boeing runtuh. Pada awal tahun ini, Boeing dilaporkan hanya bisa menjual 380 unit pesawat komersial, rekor terendah sejak 2007. Sementara pesaingnya, Airbus, telah menjual 786 unit pada periode tersebut.

Catatan bulanan terbaru, Boeing kehilangan kesempatan order tiga unit 737 Max sehingga hanya bisa menjual 11 unit. "Pukulan makin telak saat pandemi ini yang makin banyak pembatalan unit pesawat," kata Qiqi, pengamat industri penerbangan sipil, dikutip Global Times.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement