REPUBLIKA.CO.ID, MILAN — Penjualan tas mewah Hermes dilaporkan mengalami kenaikan hingga tujuh persen. Produsen mengatakan momentum positif ini berlangsung hingga Oktober, setelah adanya rebound yang kuat di Asia dan terjadinya lonjakan pembelian secara daring.
Sejak awal tahun, produsen tas dan barang-barang mewah lainnya telah terdampak besar Dengan penutupan toko-toko karena aturan pembatasan yang diberlakukan di banyak negara di dunia selama pandemi virus corona jenis baru (Covid-19). Secara keseluruhan, penjualan di industri ini diperkirakan turun hingga 35 persen, yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah satu dekade pertumbuhan yang luar biasa.
Namun, aturan pembatasan yang mulai dilonggarkan secara bertahap, bahkan saat banyak pemerintah di berbagai negara di dunia mengambil langkah-langkah baru untuk memerangi meningkatnya infeksi Covid-19, telah membantu pemulihan penjualan. Label kelas atas, yang dahulu enggan menjual produk mereka secara daring, kini juga mengalami lonjakan pendapatan web.
Hermes selama ini terkenal dengen tas tangan mewah yang bernilai lebih dari 12 ribu dolar AS. Sering kali penjualan tas ini mengharuskan pembeli menunggu.
Kali ini, penjualan daring dilakukan. Menurut perusahaan pembuat, hal ini menghasilkan respons positif.
"Kami akan secara bertahap meningkatkan penawaran produk kami secara online, kecuali untuk produk yang sangat ikonik, seperti Birkin,” ujar kepala keuangan Hermes, Eric du Halgoüet dilansir CNA Lifestyle, Kamis (23/10).
Saham Hermes telah meningkat 20 persen sejak awal tahun meskipun terjadi krisis kesehatan karena merek tersebut secara tradisional dipandang lebih tangguh dalam penurunan dibandingkan saingannya. Namun, saham turun 0,6 persen pada awal perdagangan pada Kamis (23/10), dengan indeks blue-chip Prancis turun 1,3 persen
Penjualan Hermes yang sebanding, yang menghilangkan dampak nilai tukar mata uang asing dan akuisisi, mencapai 1,8 miliar euro atau sekitar 2,13 miliar dolar AS dalam tiga bulan hingga akhir September. Ini menjadikannya merek mewah pertama yang membukukan peningkatan pendapatan secara keseluruhan di kuartal ketiga.
Penjualan barang-barang kulit tumbuh delapan persen dalam periode tersebut sementara penjualan fesyen juga meningkat, menggemakan tren apung di pemilik Louis Vuitton. Permintaan barang mewah global telah meningkat secara material selama musim panas, apalagi fakta bahwa perjalanan antarbenua masih hampir tidak ada.
“Perusahaan terbaik di kelasnya sudah menghasilkan pertumbuhan tahun ke tahun pada 3Q20, jauh sebelum pandemi Covid-19 perkiraan industri,” jelas Luca Solca dari Bernstein.
Pertumbuhan kuartal ketiga kuat di Asia, di mana pembatasan lockdown dikurangi terlebih dahulu, dengan penjualan naik 25 persen. Sementara pendapatan turun 15 persen di Eropa, termasuk penurunan 23 persen di Prancis dan lima persen di Amerika.
Pendapatan dari syal sutra Hermes turun 20,5 persen dalam periode tersebut. Kelompok itu mengatakan hal itu disebabkan perbandingan yang tidak menguntungkan dengan tahun lalu dan aktivitas ritel perjalanan yang lebih rendah.
Tren penjualan positif pada kuartal ketiga berlanjut hingga Oktober dan Hermes belum melihat dampak dari pembatasan baru yang diberlakukan oleh pemerintah Eropa karena angka penularan meningkat tajam lagi. Tetapi Hermes membuat catatan yang hati-hati untuk perkiraan setahun penuh, dengan mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 sulit untuk dinilai, karena skala, durasi, dan tingkat geografis krisis berkembang setiap hari.