REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman (BBD) memberikan suap Rp 700 juta terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun Anggaran 2018. Suap itu diberikan kepada mantan Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pra perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.
Deputi Penindakan KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/10) menjelaskan pada Agustus 2017 dalam sebuah pertemuan, Budi meminta bantuan Yaya untuk peningkatan Dana DAK Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 dari tahun sebelumnya. Yaya pun berjanji akan memprioritaskan dana untuk Kota Tasikmalaya tersebut.
Pemberian pertama sebesar Rp 200 juta dilakukan setelah adanya komitmen dari Yaya yang akan memprioritaskan dana kepada Kota Tasikmalaya tersebut. Selanjutnya pada Desember 2017, setelah Kementerian Keuangan mempublikasikan alokasi DAK untuk pemerintah daerah termasuk di dalamnya untuk Pemkot Tasikmalaya, Budi diduga kembali memberikan uang kepada Yaya melalui perantaranya sebesar Rp 300 juta.
Setelah ada pengurusan dan pengawalan anggaran oleh Yaya, kemudian pada Tahun Anggaran 2018 Kota Tasikmalaya memperoleh dana DAK Tahun Anggaran 2018 untuk Dinas Kesehatan sekitar Rp 29,9 miliar, DAK prioritas daerah sekitar Rp19,9 miliar dan DAK Dinas PU dan Penataan Ruang sebesar Rp 47,7 miliar.
Selanjutnya pada April 2018, Budi kembali memberikan uang Rp 200 juta kepada Yaya yang diduga masih terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 tersebut. Dengan demikian, total suap yang diberikan Budi kepada Yaya adalah Rp700 juta.
Budi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk diketahui, KPK telah mengumumkan Budi sebagai tersangka pada 26 April 2019. KPK pun telah menahan Budi selama 20 hari ke depan di Rutan Cabang KPK di Gedung ACLC (Gedung KPK lama) terhitung sejak 23 Oktober 2020 sampai 11 November 2020.
Budi merupakan tersangka ketujuh dalam kasus pengurusan DAK tersebut. Sebelumnya, KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dan seluruhnya telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Enam orang tersebut, yakni mantan Anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono, Eka Kamaluddin dari unsur swasta/perantara, mantan Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Kemudian, swasta/kontraktor Ahmad Ghiast, mantan Anggota DPR RI 2014-2019 Sukiman, dan Pelaksana Tugas dan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Natan Pasomba.