REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo telah melakukan pertemuan dengan Menlu Armenia Zohrab Mnatsakanyan dan Menlu Azerbaijan Jeyhun Bayramov. Mereka membahas tentang konflik di wilayah Nagorno-Karabakh.
Dalam pertemuan tersebut, Pompeo menekankan perlunya mengakhiri kekerasan dan melindungi warga sipil. "Keduanya harus menerapkan gencatan senjata dan kembali ke negosiasi substantif," ujarnya melalui akun Twitter pribadinya pada Jumat (23/10).
Kendati demikian, seusai pertemuan tersebut tak ada kesepakatan yang diumumkan terkait penghentian konfrontasi di Nagorno-Karabakh. Sebelumnya Pompeo sempat mengatakan bahwa situasi terkait konflik di Nagorno-Karabakh memang rumit. "Ini adalah situasi diplomatik yang rumit," ucapnya awal pekan ini.
Sebelumnya Rusia sempat berhasil mendorong Armenia dan Azerbaijan untuk menyepakati gencatan senjata. Namun hal itu tak berlangsung lama. Pertempuran kembali berlangsung. Kedua negara saling tuding sebagai pihak pertama yang melanggar gencatan senjata.
Sejak 27 September lalu, Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Konflik Armenia dan Azerbaijan di wilayah itu sebenarnya telah berlangsung sejak awal dekade 1990-an.
Persengketaan wilayah mulai muncul setelah Uni Soviet runtuh. Dari 1991-1994, pertempuran kedua negara diperkirakan menyebabkan 30 ribu orang tewas.
Pada 1992, The Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) Minsk Group dibentuk. Badan yang diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) itu bertugas memediasi serta menemukan solusi damai untuk mengakhiri konflik Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabkah.
Gencatan senjata berhasil disepakati pada 1994. Namun hingga kini kedua negara belum bersedia terikat dalam perjanjian perdamaian.