REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Pengujian kandidat vaksin untuk infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) oleh dua perusahaan farmasi di Amerika Serikat (AS) kembali dilakukan. Sebelumnya, uji coba kandidat vaksin AstraZeneca telah dihentikan sejak awal September, sementara studi vaksin Johnson & Johnson dihentikan pada awal pekan lalu.
Masing-masing perusahaan melaporkan relawan studi yang mengembangkan masalah kesehatan serius sehingga diperlukan tinjauan data keselamatan. Kedua kandidat vaksin Covid-19 ini dilaporkan di antara beberapa yang sedang dalam pengujian tahap akhir.
Pengujian tahap akhir adalah langkah final sebelum perusahaan dapat meminta persetujuan regulasi untuk produksi vaksin. Dua perusahaan farmasi tersebut dilaporkan telah kembali mendapat izin dari Food and Drug Administration untuk memulai kembali tes di AS.
Penghentian sementara pengujian obat dan vaksin semacam itu relatif umum. Dalam penelitian yang melibatkan ribuan partisipan, beberapa kemungkinan akan jatuh sakit. Menjeda sementara penelitian memungkinkan para ilmuwan untuk menyelidiki apakah suatu penyakit adalah efek samping dari produk atau kebetulan terjadi.
Pengujian vaksin AstraZeneca yang dikembangkan bersama Universitas Oxford telah dilanjutkan di Inggris, Brasil, Afrika Selatan, dan Jepang.
“Dimulainya kembali uji klinis di seluruh dunia adalah berita bagus karena memungkinkan kami untuk melanjutkan upaya kami mengembangkan vaksin ini untuk membantu mengalahkan pandemi yang mengerikan ini,” ujar Pascal Soriot, CEO AstraZeneca dalam sebuah pernyataan dilansir The Guardian, Sabtu (24/10).
Studi AstraZeneca melibatkan 30 ribu orang di AS. Beberapa mendapatkan vaksin dan yang lainnya diberikan hanya berupa suntikan tiruan. Pengujian dihentikan setelah seorang peserta di Inggris mengembangkan gejala neurologis yang parah dan konsisten terjadi peradangan langka pada sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai myelitis transversal.
Pengujian AstraZeneca juga pernah dihentikan sebelumnya sekitar Juni lalu. Sementara, Johnson & Johnson mengatakan sedang bersiap untuk melanjutkan perekrutan segera untuk studi vaksin di AS.
Johnson & Johnson tidak mengungkapkan sifat penyakit sukarelawan tersebut. Namun perusahaan ini mengatakan evaluasi yang dilakukan secara menyeluruh tidak menemukan bukti kandidat vaksin menyebabkan kejadian tersebut.