Sabtu 24 Oct 2020 21:21 WIB

Kronologi Penahanan Wali Kota Tasimalaya oleh KPK

KPK menahan Walkot TAsik, Budi Budiman dengan status tersangka kasus suap.

Rep: Bayu Adji/ Red: Karta Raharja Ucu
KPK menahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
KPK menahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman (BBD) dengan status sebagai tersangka dalam kasus suap kepada pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (23/10). BBD ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka lebih dari satu tahun yang lalu, tepatnya pada 26 April 2019.

Ketua tim kuasa hukum Wali Kota Tasikmalaya, Bambang Lesmana mengaku terkejut dengan penahanan kliennya yang dilakukan secara mendadak. Sebab, sudah lebih dari satu tahun tak ada perkembangan kasus tersebut.

"Saya memang menerima kabar Pak Budi dipanggil KPK untuk pemeriksaan. Kita (tim) sudah siap. Karena selama hampir dua tahun ke belakang tak pernah ada pemeriksaan, kita berprasangka baik, akan dapat SP3," kata dia, Sabtu (25/10).

Ia menyebutkan, kliennya datang ke KPK untuk memenuhi panggilan penyidik pada Jumat pagi. Baru pada sekira pukul 10.00 WIB pemeriksaan dilakukan. Proses pemeriksaan sempat dihentikan sementara untuk istirahat shalat Jumat. Setelah itu, proses dilanjutkan hingga pukul 15.00 WIB.

Bambang mengatakan, kliennya dimintai keterangan mengenai proposal permintaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan langsung kepada Yaya Purnomo, yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu. Bukan melalui mekanisme yang semestinya.

"Memang Pak Budi dikenalkan dengan Yaya Purnomo di rumah Romi (Romahurmuziy, Ketua umum PPP ketika itu). Jadi supaya mempercepat saja. Karena kalau langsung kan ada atensi khusus," kata Bambang.

Ia menambahkan, kliennya juga dimintai keterangan mengenai uang yang diberikan kepada Yaya Purnomo setelah DAK yang diajukan cair. Menurut Bambang, uang itu diberikan kliennya sebab ada permintaan dari Ketua Umum PPP. Kliennya tak pernah sama sekali menjanjikan memberikan uang setelah DAK cair, juga tak pernah berpikiran untuk memberikan hadiah.

Setelah pemeriksaan selesai, tim kuasa hukum yang mendampingi melakukan diskusi. Ketika itu, mereka yakin kliennya dapat kembali diperbolehkan pulang, seperti pemeriksaan yang sebelumnya.

Namun, selepas shalat Ashar, penyidik KPK memberi informasi bahwa tersangka BBD harus ditahan. Di hadapan para penyidik, Bambang meminta alasan kliennya ditahan. Bahkan, ia menjamin kliennya tak akan melarikan diri jika diperbolehkan pulang.

"Kita melakukan rembuk dengan penyidik, tapi harus tetap ditahan. Kalau mau melakukan penangguhan, penyidik minta kita minta di hari lain," kata dia.

Dengan penahanan itu, Bambang mengatakan, pihaknya masih akan berupaya melakukan penangguhan penahanan untuk kliennya. Rencananya, pada Senin atau Selasa pekan depan, ia akan kembali mendatangi KPK untuk melakukan penangguhan penahanan.

Jika upaya itu tak membuahkan hasil, ia tetap akan berupaya memenangkan kliennya dalam persidangan, yang rencananya akan digelar pada tiga pekan ke depan. "Kita juga sudah siapkan pembelaan. Pak Budi itu tak korupsi. Salah dia hanya memberi uang yang diminta oleh Romi untuk pejabat Kemenkeu, sebagai fatsun partai," kata dia.

Sebagai informasi tambahan, Yaya Purnomo telah lama divonis 9 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi terkait pengurusan anggaran untuk daerah. Sementara Romi telah divonis  2 tahun penjara akibat kasus suap beli jabatan di Kementerian Agama, meski kemudian vonisnya dikurangi menjadi satu tahun penjara.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement