REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memantau kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sejak dilantik pada 23 Oktober 2019. Selama setahun ini, FSGI menyimpulkan Nadiem mendapat raport merah atas kinerja yang masih dinilai buruk.
Sekjen FSGI Heru Purnomo menyampaikan publik Tanah Air terkejut dengan terpilihnya Nadiem sebagai Mendikbud. Pro kontra pun sempat menggema di dunia maya, banyak yang meragukan kemampuannya. Namun banyak pula yang memiliki harapan perubahan dalam pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik.
FSGI memberikan penilaian kinerja dengan memberikan nilai rapor atau penilaian hasil kinerja dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75. Adapun kinerja Nadiem yang dipilih untuk diberikan penilaian ada delapan jenis.
"Untuk Kurikulum Darurat dengan nilai 80 (tuntas). Penghapusan UN/USBN dengan nilai sempurna 100 ( tuntas), Asesmen Nasional dengan nilai 75 (tuntas)," kata Heru dalam konferensi pers virtual pada Ahad (25/10).
Sedangkan ada lima kinerja Nadiem yang dianggap tidak tuntas. Rinciannya relaksasi BOS dengan nilai 60 (tidak tuntas), BDR atau PJJ dengan nilai 55 (tidak tuntas), Hibah Merek Merdeka Belajar dengan nilai 60 (tidak tuntas), Bantuan Kuota Belajar dengan nilai 65 (tidak tuntas) dan Program Organisasi Penggerak (POP) dengan nilai 50 (tidak tuntas).
"Dari 8 program yang dinilai, hanya 3 yang tuntas, sedangkan 5 diantaranya tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 68, sehingga dengan demikian Mendikbud menurut versi FSGI mendapatkan nilai raport merah alias tidak naik kelas," ujar Heru.
Wasekjen FSGI Mansur menjelaskan indikator penilaian didasarkan pada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing program. Jika lebih banyak kelebihannya, maka nilai yang diperoleh Nadiem akan tinggi.
"Namun jika program tersebut lebih banyak faktor kelemahannya, maka nilainya semakin rendah," ucap Mansur.