REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyerahkan pada proses penegakan hukum pegawainya yang ikut menjadi tersangka kebakaran gedung utama Korps Adhyaksa. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menegaskan, otoritasnya tak mau berkomentar banyak tentang hasil penyelidikan, dan penyidikan keluaran Direktorat Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri itu.
“Itu sudah hasil penyelidikan, dan penyidikan. Silakan tanya ke penyidik di Bareskrim Polri saja,” kata Hari lewat pesan singkatnya, Ahad (25/10).
Dia mengatakan, Kejakgung menghormati kinerja kepolisian yang sudah menetapkan delapan orang tersangka yang diduga terlibat dalam insiden kebakaran gedung utama Korps Adhyaksa tersebut. Tetapi, Hari menjelaskan, Kejakgung tak mau mengomentari hasil dari penyidikan tersebut. “Maaf, ke penyidikan (Polri) saja,” ujar Hari menambahkan.
Dua bulan lewat penyelidikan dan penyidikan, akhir pekan lalu (23/10), Dirtipidum Bareskrim Polri akhirnya mengumumkan delapan nama tersangka yang dituding menyebabkan insiden kebakaran gedung utama Kejakgung, (22/8) lalu. Dirtipidum Mabes Polri Brigjen Ferdy Sambo dalam konfrensi persnya mengatakan, delapan tersangka tersebut, yakni T, H, S, K, dan IS. Lainnya, yakni UAM, R, dan NH.
Ferdy menerangkan, tersangka T, H, S, K, dan IS merupakan buruh tukang yang pada saat kebakaran sedang mengerjakan renovasi gedung utama di lantai 6. Sedangkan tersangka UAM, diketahui sebagai mandor dari enam tukang tersebut. Para tukang dan mandor itu, bekerja di bawah naungan PT APM.
Direktur jasa renovasi tersebut, yakni R yang juga ditersangkakan. Sedangkan NH, merupakan tersangka dari institusi Kejakgung.
NH diketahui sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejakgung. Brigjen Ferdy menerangkan, tersangka NH diduga melakukan pengadaan barang dan jasa berupa pembersih lantai bermerk Top Cleaner yang mudah terbakar, pun tak punya izin edar. “Karena itu, kami tetapkan Direktur PPK berinisial NH sebagai tersangka karena kelalainnya,” kata Ferdy, Jumat (23/10).
Adapun para tukang renovasi, dikatakan Ferdy diketahui melakukan kelalain dengan merokok pada saat bekerja, yang menyebabkan terjadinya kebakaran. Terhadap para tersangka itu, Bareskrim Polri menebalkan sangkaan Pasal 188 juncto Pasal 55 KUH Pidana. Pasal tersebut, terkait dengan insiden kealpaan. Ancamannya, maksimal lima tahun penjara.
Kebakaran gedung utama Kejakgung, terjadi pada Sabtu-Ahad (22-23/8) lalu. Perlu waktu lebih dari 11 jam, dengan pengerahan lebih dari 60 unit pemadam kebakaran untuk meredam kobaran api. Tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Akan tetapi, membuat sedikitnya 1.200 pegawai kejaksaan, pindah lokasi kerja. Kejakgung, pernah merilis angka kerugian materil dari kebakaran tersebut, mencapai Rp 1,18 triliun. Terdiri dari Rp 120 miliar nilai bangunan, serta Rp 940-an miliar, estimasi kerugian berupa aset, dan peralatan kerja yang terbakar.