REPUBLIKA.CO.ID, KAYSERI -- Turki memutuskan untuk melanjutkan proses persiapan sistem pertahanan rudal S-400 Rusia sesuai rencana, Sabtu (24/10). Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, menyatakan langkah itu bukan bentuk menjauhkan diri dari NATO.
"Kami melanjutkan pengaturan dan persiapan sistem sesuai rencana. Pasokan, pengujian, dan pengaturan sistem ini tidak berarti Turki menjauhkan diri dari NATO," kata Akar berbicara pada pertemuan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) yang berkuasa di provinsi tengah Kayseri.
Turki berpendapat, S-400 tidak akan diintegrasikan ke dalam sistem NATO manapun dan tidak akan menimbulkan risiko apa pun bagi aliansi tersebut. "Kami akan menggunakan S-400 dengan cara yang sama seperti sistem S-300 yang digunakan dalam aliansi NATO," kata Akar.
Pernyataan Akar merujuk pada negara-negara lain dalam aliansi yang menggunakan sistem pertahanan S-300 Rusia. Mereka tidak memiliki masalah dalam penggunaan sistem tersebut meski berbarengan dengan sistem yang digunakan NATO.
Ketetapan Turki menguji coba rudal pertahanan milik Rusia menjadi pembangkangan terhadap pemintaan Amerika Serikat (AS). Sehari sebelumnya, Departemen Pertahanan AS mengetahui laporan bahwa Turki baru-baru ini menguji sistem pertahanan udara Rusia yang canggih dan jika laporan itu benar, maka Washington sangat mengutuk pengujian tersebut.
"Kami telah menjelaskan, sistem operasional S-400 tidak konsisten dengan komitmen Turki sebagai sekutu AS dan NATO," kata juru bicara Departemen Pertahanan AS, Jonathan Hoffman.
Menanggapi komentar juru bicara Pentagon, juru bicara Kementerian Pertahanan Turki, Letkol Nadide Sebnem Aktop, mengatakan Turki menguji sistem pertahanan S-400 sebagai bagian dari persiapan pengadaan sistem pertahanan. Turki, seperti Yunani, tidak akan mengintegrasikan sistem pertahanan udara Rusia ke dalam jaringan komando dan kendali NATO.
“Harapan kami dari sekutu dan teman-teman adalah menghindari retorika, yang dapat mengganggu hubungan. Fokusnya harus pada diskusi tentang solusi alternatif dan tindakan teknis yang wajar, jika ada," ujar Aktop dikutip dari Anadolu Agency.