REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menebalkan lima sangkaan berlapis terhadap dua jenderal Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo dalam dakwaan. Mantan Kadiv Hubinter dan Kakorwas PPNS Bareskrim Polri tersebut terlibat suap, dan gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra. Keduanya dituduh menerima suap, gratifikasi Rp 7 miliar, dan Rp 296 juta untuk ‘membuang’ nama terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut, dari daftar buronan interpol, dan sistem imigrasi.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Bambang Nurcahyono mengatakan, dakwaan terhadap dua jenderal tersebut, akan dibacakan Senin (2/11) mendatang. Kata Bambang, selain kedua jenderal, dan Djoko, tersangka pengusaha Tommy Sumardi yang menjadi perantara suap red notice juga akan disidangkan, pada hari sama. Pun, dengan komposisi majelis hakim yang sama.
“Masing-masing berkas perkaranya, sendiri-sendiri,” kata Bambang dalam pesan singkatnya, Ahad (25/10). Komposisi hakim yang akan menyidangkan empat terdakwa tersebut, yakni Hakim Muhammad Damis selaku ketua majelis. Dan dua anggota majelis, yakni Hakim Saefuddin Zuhri dari pengadil karier, dan Hakim Joko Subagyo dari pengadil adhoc. “Dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wartono,” kata Bambang.
Dari laman PN Tipikor Jakarta Pusat, kanal Sistem Informasi Penanganan Perkara (SIPP) disebutkan, terhadap terdakwa Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo, masing-masing ada lima sangkaan yang sama dalam dakwaan. Dakwaan pertama, terkait dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) a UU Tipikor 31/1999-20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Ancaman pidana terkait penerapan pasal penerimaan, dan pemberian suap tersebut, maksimal lima tahun penjara.
Dakwaan kedua, dua jenderal itu, dijerat masing-masing dengan sangkaan Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) b UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Dakwaan ketiga, JPU menebalkan Pasal 11 UU Tipikor. Sangkaan tersebut, terkait dengan penerimaan hadiah atau janji, terkait dengan kekuasan, dan kewenangan sebagai penyelenggara negara. Ancaman pidananya pun sama, maksimal lima tahun penjara.
Paling berat, dakwan keempat, dan kelima. JPU mendakwa Irjen Napoleon, dan Brigjen Prasetijo dengan sangkaan dalam Pasal 12 huruf a dan b. Sangkaan tersebut, pun terkait dengan penerimaan hadiah, atau janji. Namun terkait dengan jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman pidana terkait dakwaan keempat dan kelima ini paling berat. Karena mengacu UU Tipikor, terdakwa Irjen Napoleon, dan Brigjen Prasetijo bisa masuk bui maksimal 20 tahun penjara jika terbukti.
Dalam kasus suap, gratifikasi penghapusan red notice ini, penyidikan yang dilakukan Dirtipikor Bareskrim Polri menguatkan dugaan adanya penerimaan uang, dan janji dalam bentuk lain terhadap Irjen Napoleon, dan Brigjen Prasetijo. Djoko Tjandra, menyediakan uang Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi selaku pengusaha, agar mencari jalan untuk menghapusa status buronan di interpol dan imigrasi.
Djoko Tjandra, adalah buronan Kejaksaan Agung (Kejakgung) sejak 2009 atas vonis Mahkamah Agung (MA), dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali 1999. Penghapusan red notice tersebut, terealisasi pada Mei-Juni 2020, dan membuat Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia dari Malaysia via Pontianak dan Jakarta.