REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Kampanye media sosial di Maroko terus menyerukan boikot produk Prancis sebagai tanggapan atas pernyataan ofensif Presiden Emmanuel Macron terhadap Islam dan komunitas Muslim baru-baru ini.
Hashtag tentang boikot tersebut menjadi tren topik Twitter teratas di Maroko.
"Apa yang terjadi di Prancis adalah penganiayaan terhadap minoritas agama. Prancis tidak dapat membenarkan penganiayaan tersebut dengan dalih ekspresi kebebasan dan sekularisme," kata Mohammed Jabron, seorang profesor sejarah Islam.
Dia menambahkan bahwa Prancis bertanggung jawab untuk melindungi rakyatnya dari serangan dan pelanggaran terhadap kesucian mereka." Sejumlah partai di Maroko juga mengecam kampanye Prancis melawan Islam.
Gerakan Persatuan dan Reformasi menentang upaya Prancis menyalahgunakan Islam dan simbol-simbolnya. Partai oposisi terbesar kedua di negara itu, Partai Istiqlal, juga mengungkapkan kebencian yang mendalam atas kartun yang menghina Nabi Muhammad dan pernyataan yang menentang Islam.
Partai tersebut menyerukan dialog untuk menangani kasus-kasus yang terkait dengan Islamofobia dan ekstremisme dan untuk menemukan formula untuk hidup berdampingan. Dalam beberapa pekan terakhir, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerang Islam dan komunitas Muslim dengan menuduh warga Muslim bersikap separatis.
Macron menggambarkan Islam sebagai "agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia". Tindakan itu dilakukan tak lama setelah langkah provokatif Charlie Hebdo, majalah sayap kiri Prancis yang terkenal karena menerbitkan karikatur anti-Islam.
Bulan lalu, majalah tersebut menerbitkan ulang karikatur yang menghina Islam dan Nabi Muhammad, memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia. Karikatur tersebut pertama kali diterbitkan pada 2006 oleh surat kabar Denmark Jyllands Posten, yang memicu gelombang protes.