Senin 26 Oct 2020 14:32 WIB

Libur Panjang, Anies: Sudah Minta Pertimbangan ke Pusat

Pemprov DKI Jakarta bersiap untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan
Foto: Pemprov DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, Pemprov DKI mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk mempertimbangkan pelaksanaan libur panjang dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 29 Oktober-1 November 2020. Menurut Anies, evaluasi itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pasca libur.

"Sebetulnya, tiga minggu yang lalu, kita sudah menganjurkan dalam rapat pertemuan dengan gugus tugas (Covid-19), coba dipertimbangkan soal liburnya, libur panjangnya," kata Anies saat ditemui di Polda Metro Jaya, Senin (26/10). 

Namun, ucap Anies, pemerintah pusat tetap memutuskan melaksanakan libur panjang. Sehingga, kata dia, Pemprov DKI Jakarta pun bersiap untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pasca liburan. Dia menuturkan, salah satu antisipasi yang dilakukan pihaknya adalah dengan memastikan ketersedian tempat tidur isolasi pasien Covid-19

"Tapi pemerintah pusat sudah memutuskan tetap jalan libur panjangnya. Ya sudah, keputusan pemerintah pusat itu sekarang kita jalani, antisipasi semua side effectnya," ujar dia.

"Ya antisipasi itu artinya, kita harus siap jumlah tempat tidur, kemudian kegiatan testing, tracing, karena pengalaman masa libur panjang sesudahnya suka ada lonjakan (kasus Covid-19)," sambungnya.

Selain itu, Anies menyebut, Pemprov DKI juga akan melakukan pemantauan secara intensif mengenai kapasitas pengunjung di sejumlah tempat publik, seperti restoran maupun rumah makan. Sebab, lokasi tersebut kerap kali menjadi tujuan keluarga menghabiskan masa liburan.

"Semua tempat-tempat umum di Jakarta kita akan lebih intensif dalam pemantauan. Jadi seperti restoran, kemudian tempat-tempat biasanya keluarga berkumpul, lebih intensif karena memang kita tahu dalam ketentuannya kalau sekeluarga kan boleh bersama-sama, tapi kapasitas restorannya tidak boleh lebih dari 50 persen. Jadi jangan sampai karena satu keluarga, lalu akhirnya ketentuan 50 persen terlanggar," papar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement