REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan dari Komnas Pendidikan Andreas Tambah menilai komunikasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian lain belum maksimal. Hal ini berdampak pada buruknya kinerja Kemendikbud selama setahun bekerja di bawah Nadiem Makarim.
Andreas menyontohkan program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tak bisa hanya diurus Kemendikbud. Kemendikbud perlu berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, provider seluler dalam hal penyediaan jaringan internet serta PLN dalam hal daya listriknya di bawah Kementerian BUMN.
Kemudian dalam hal anggaran, Kemendikbud wajib berhubungan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang digulirkan Kemendikbud misalnya tak akan berjalan optimal tanpa koordinasi yang baik dengan Kemenkeu.
"Harus koordinasi lintas Kementerian dengan baik. Selama ini apakah koordinasi antara Kemendikbud dengan Kemenkeu baik atau tidak itu harus dicari solusinya. Mengenai penyediaan fasilitas jaringan internet, listrik terkait kementerian lain, apakah penyediaannya sudah memadai atau belum? Kalau belum mana mungkin semua proses berjalan baik, ini harus fair," kata Andreas pada Republika.co.id, Senin (26/10).
Selain itu, Andreas menyoroti kondisi ekonomi masyarakat sedang buruk di masa pandemi Covid-19 hingga sulit menerapkan PJJ secara maksimal. Permasalahan PJJ yang muncul di antaranya ketidakadaan gawai, sulit sinyal dan tak punya uang membeli kuota internet bagi yang tak kebagian bantuan kuota dari pemerintah. Kemudian sebagian guru belum mampu melakukan PJJ.
"PJJ ini kebijakan terkait banyak pihak, sehingga kompleksitas masalahnya tak bisa dilimpahkan ke Kemendikbud saja," ujar Andreas.
Sebelumnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyimpulkan Mendikbud Nadiem Makarim mendapat raport merah atas kinerja yang masih dinilai buruk selama setahun menjabat.
FSGI memberikan penilaian kinerja dengan memberikan nilai rapor atau penilaian hasil kinerja dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75. Adapun kinerja Nadiem yang dipilih untuk diberikan penilaian ada delapan jenis.
"Untuk Kurikulum Darurat dengan nilai 80 (tuntas). Penghapusan UN/USBN dengan nilai sempurna 100 (tuntas), Asesmen Nasional dengan nilai 75 (tuntas)," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam konferensi pers virtual pada Ahad (25/10).
Sedangkan ada lima kinerja Nadiem yang dianggap tidak tuntas. Rinciannya relaksasi BOS dengan nilai 60 (tidak tuntas), BDR atau PJJ dengan nilai 55 (tidak tuntas), Hibah Merek Merdeka Belajar dengan nilai 60 (tidak tuntas), Bantuan Kuota Belajar dengan nilai 65 (tidak tuntas) dan Program Organisasi Penggerak (POP) dengan nilai 50 (tidak tuntas).
"Dari delapan program yang dinilai, hanya tiga yang tuntas, sedangkan lima di antaranya tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 68. Sehingga dengan demikian Mendikbud menurut versi FSGI mendapatkan nilai raport merah alias tidak naik kelas," ujar Heru.