REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum virus corona tipe baru menyebar melintasi batas negara, dunia telah mengalami sejarah panjang pandemi. Salah satunya adalah wabah flu Spanyol.
Flu Spanyol mewabah pada 1918-1919, saat akhir Perang Dunia I, ketika bangsa-bangsa telah berusaha mengatasi dampak dan biaya perang. Meskipun disebut flu Spanyol, virus H1N1 yang menyebar secara global pada 1918-1919 bukan berasal dari negara Eropa itu.
Menurut sejumlah sumber, termasuk publikasi daring ilmiah Our World in Data, wabah influenza ini tidak terbatas di Spanyol. Bahkan, tidak berasal dari sana.
Dinamai demikian karena Spanyol adalah pihak netral dalam Perang Dunia I (1914-1818), yang berarti bebas melaporkan tingkat keparahan pandemi. Sementara negara-negara yang bertempur mencoba untuk menyembunyikan laporan tentang bagaimana influenza berdampak pada penduduk mereka. Selain itu, wabah ini ditutupi untuk menjaga moral dan tidak tampak lemah di mata musuh.
Asal muasal penyakit flu yang mematikan itu tidak diketahui di tengah banyaknya spekulasi. Beberapa negara sekutu menganggap epidemi sebagai alat perang biologis Jerman. B
anyak pula yang mengira penyakit itu adalah hasil dari perang parit, penggunaan gas mustard, dan asap yang dihasilkan dari perang tersebut. Sebuah kampanye nasional bahkan mulai menggunakan retorika siap perang untuk melawan musuh baru berukuran mikroskopis itu.
Dalam kasus flu Spanyol 1918, dunia mula-mula percaya bahwa penyebarannya telah berhenti pada musim semi 1919, tetapi melonjak lagi pada awal 1920.
Seperti jenis flu lainnya, flu ini mungkin menjadi lebih aktif pada bulan-bulan musim dingin. Menurut dokter dan direktur Pusat Sejarah Kedokteran di Universitas Michigan, Howard Markel, pada musim dingin orang menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan dengan jarak yang lebih dekat satu sama lain,
Flu “cenderung mereda saat cuaca dingin turun, tetapi tidak ada yang tahu mengapa,” kata Markel seperti dilaporkan TIME.
Namun, pada pertengahan 1920, jenis flu yang mematikan itu sebenarnya telah cukup memudar sehingga pandemi berakhir di banyak tempat.
“Akhir pandemi terjadi karena virus tersebut beredar di seluruh dunia, menginfeksi cukup banyak orang sehingga populasi dunia tidak lagi memiliki cukup orang yang rentan sehingga virus tidak berkembang menjadi pandemi sekali lagi,” kata sejarawan medis J. Alexander Navarro, Asisten Direktur Pusat Sejarah Kedokteran Universitas Michigan.
“Ketika cukup banyak orang mendapatkan kekebalan, infeksinya perlahan-lahan akan mati karena lebih sulit bagi virus untuk menemukan inang baru yang rentan,” kata dia.
Namun, akhir dari pandemi 1918 bukan hanya akibat dari begitu banyak orang yang terjangkit sehingga kekebalan menjadi meluas. Penerapan pembatasan sosial juga menjadi kunci.
Imbauan kesehatan masyarakat untuk mengekang penyebaran virus penyebab flu Spanyol sangat mirip dengan yang diberlakukan di banyak negara saat ini, guna memerangi pandemi COVID-19.
Masyarakat dunia didorong untuk tetap sehat melalui kampanye yang mempromosikan pemakaian masker, sering mencuci tangan, karantina dan mengisolasi pasien, juga penutupan sekolah, ruang publik, dan bisnis yang tidak penting. Semua langkah itu dirancang untuk memotong rute penyebaran virus.