Senin 26 Oct 2020 19:20 WIB

Partai Oposisi Thailand Minta PM Prayuth Chan-ocha Mundur

Pemimpin partai oposisi Pheu Thai tuding PM Prayuth Chan-ocha jadi beban utama negara

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
 Pengunjuk rasa pro-demokrasi bentrok dengan polisi anti huru hara selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 16 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul lagi di Bangkok untuk menyimpang dari keputusan pemerintah yang melarang demonstrasi karena pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha dan penulisan ulang konstitusi baru dan reformasi monarki.
Foto: EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Pengunjuk rasa pro-demokrasi bentrok dengan polisi anti huru hara selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 16 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul lagi di Bangkok untuk menyimpang dari keputusan pemerintah yang melarang demonstrasi karena pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha dan penulisan ulang konstitusi baru dan reformasi monarki.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Partai oposisi terbesar Thailand pada Senin meminta Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mengundurkan diri, ketika parlemen membuka sidang khusus untuk membahas protes berbulan-bulan.

Demonstrasi yang dipimpin mahasiswa yang awalnya menuntut pengunduran diri Prayuth dan konstitusi baru semakin mengalihkan perhatian mereka ke monarki, menyerukan reformasi untuk membatasi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

Baca Juga

"Perdana menteri adalah penghalang dan beban utama bagi negara. Mohon mundur dan semuanya akan berakhir dengan baik," kata Sompong Amornvivat, pemimpin partai oposisi Pheu Thai, partai tunggal terbesar di parlemen.

Prayuth menyerukan sesi parlemen pekan ini setelah pemberlakuan tindakan darurat 15 Oktober untuk mengakhiri demonstrasi - termasuk larangan protes - hanya mengobarkan kemarahan dan membawa puluhan ribu orang ke jalan-jalan di Bangkok.

"Saya yakin hari ini, terlepas dari perbedaan pandangan politik kita, semua orang masih mencintai negara ini," kata Prayuth dalam pidato pembukaannya.

Akan tetapi lawan dan pemimpin protesnya ragu sidang parlemen akan menyelesaikan krisis. Pendukungnya memiliki mayoritas di parlemen, yang seluruh majelis tinggi dipilih oleh mantan junta.

Prayuth merebut kekuasaan pada 2014. Ia menggulingkan Perdana Menteri terpilih Yingluck Shinawatra, saudara perempuan mantan perdana menteri populis Thaksin Shinawatra.

Para pengunjuk rasa menuduh Prayuth merekayasa pemilihan tahun lalu untuk menjaga cengkeraman militer pada kekuasaan. Dia mengatakan pemilihan itu berlangsung adil.

Melanggar tabu yang sudah lama ada, pengunjuk rasa juga menyerukan agar kekuasaan raja dikurangi. Demonstran mengatakan monarki telah membantu memungkinkan dominasi militer selama beberapa dekade. Istana tidak memberikan komentar sejak dimulainya protes.

Para pengunjuk rasa akan berbaris ke kedutaan Jerman dan mengatakan mereka akan mengajukan petisi untuk menyelidiki penggunaan kekuasaannya oleh raja saat berada di negara Eropa, di mana dia menghabiskan sebagian besar waktunya di sana.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement