REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pemerintah tidak ingin memberi kebijakan yang menjerumuskan rakyat. Tjahjo menyampaikan hal itu menanggapi banyaknya fitnah yang menuduh pemerintah ingin memberi kebijakan yang menjerumuskan rakyat. "Sebagai warga negara yang baik, tentunya kebijakan pemerintah harus kita dukung. Tidak ada kebijakan pemerintah yang menjerumuskan rakyatnya, itu enggak ada," ujar Tjahjo di Jakarta, Senin (27/10).
Mantan Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pusat itu mengatakan bahwa pemerintah saat ini terbuka, dan menjunjung tinggi asas negara demokratis. Ia mengatakan bahwa pemerintah tentu akan senang hati menerima saran dan kritik dari masyarakat, asalkan itu bukan fitnah dan tidak disampaikan dengan cara menghujat. "Silakan menyampaikan saran dan kritik, tapi jangan fitnah dan jangan menghujat," kata Tjahjo.
Selain itu, Tjahjo juga mengimbau agar generasi muda tidak terpancing menyebarkan berita-berita yang tidak benar, supaya 'bangunan' negara yang besar ini tidak runtuh karena perpecahan yang timbul dari berita-berita tidak benar tersebut. Ia berharap pemerintah bersama rakyat dapat saling mendukung secara aktif, termasuk dengan para Aparatur Sipil Negara (ASN), yang juga menjadi bagian dari warga negara tersebut.
Sebagai Menpan-RB, Tjahjo berharap ASN lebih memiliki tanggung jawab di masyarakat, dengan menjadi contoh yang menggerakkan dan mengorganisir masyarakat. Serta memutus rantai penyebaran pandemi COVID-19 yang "menjajah" bangsa saat ini.
Di tempat yang sama, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia turut mendukung pernyataan Tjahjo Kumolo. Menurut Bahlil, sosok Tjahjo merupakan seorang mantan aktivis pada eranya.
"Beliau ini tokoh legendaris sebagai Ketua Umum KNPI. Enggak ada anak muda di republik ini, apalagi Cipayung, yang tidak kenal sama Pak Tjahjo," kata Bahlil.
Secara khusus, Bahlil juga berpesan pada generasi muda, khususnya aktivis, agar berjuang meningkatkan sisi kemandirian berwirausaha dibandingkan menjadi birokrat. Di masa lalu, kata dia, ada teori yang mengatakan bahwa ketika kewirausahaan suatu negara lebih dominan dibanding birokrasinya, maka dominasi tersebut akan membuat negara lebih cepat maju. Contohnya, Singapura.
Tapi kalau birokrasi lebih dominan dibandingkan kewirausahaan, maka pertumbuhan negara tersebut akan berjalan lambat. "Nah, kita ingin di masa depan, kita menjadi negara yang kuat secara ekonomi. Bahkan 10 besar, begitu," kata Bahlil.
Oleh karena itu, menurut dia, UU Cipta Kerja dibuat seperti ini oleh pemerintah untuk memudahkan tumbuhnya kemandirian berwirausaha agar para mahasiswa dan generasi muda tidak bingung mau jadi apa setelah kuliah.
"Saya takut, jangan sampai adik-adik kita yang selesai sekolah ini jadi jebolan organisasi semua. Bayangkan, mereka ini kalau tidak bisa jadi stabilitator, fasilitator dan lain-lainnya, bapak ibu semua sudah tahu jadi apa aktivis ini. Mereka pasti bisa melakukan apa saja," kata Bahlil.