Selasa 27 Oct 2020 13:25 WIB

Buruh di Jabar Demo Tuntut Upah 2021 Naik Delapan Persen

Hari ini pemerintah Jabar akan melakukan rapat pleno untuk menentukan UMP.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto Ferianto menilai, pertemuan antara Gubernur Jabar dengan ILO mubazir. Ini karena, tak mungkin merekomendasikan upah sendiri. Pasalnya, penetapan upah ada aturannya secara internasional.
Foto: Foto: Arie Lukihardianti/Republika
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto Ferianto menilai, pertemuan antara Gubernur Jabar dengan ILO mubazir. Ini karena, tak mungkin merekomendasikan upah sendiri. Pasalnya, penetapan upah ada aturannya secara internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Hari ini ribuan buruh Jawa Barat (Jabar) akan melakukan aksi ujuk rasa di Gedung Sate, Selasa (27/10). Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI /ketua DPD KSPSI Provinsi Jawa Barat (Jabar), Roy Jinto Ferianto, buruh yang melakukan aksi sekitar 3.000 buruh.

Menurut Roy, selain di Gedung Sate buruh juga akan melakukan aksi serupa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar. Dalam aksi tersebut, buruh akan menuntut kenaikan upah 2021 minimal 8 persen dan pembatalan Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

"Aksi ini berdasarkan hasil rapat serikat pekerja/serikat buruh di tingkat Jabar. Kami akan melakukan aksi unjuk rasa pada 27 Oktober 2020 di Gubernur dan Disnakertrans Jabar," ujar Roy kepada Republika, Selasa (27/10).

Seperti diketahui, hari ini pemerintah Jabar akan melakukan rapat pleno untuk menentukan upah minimim provinsi (UMP). Pada 1 November 2020 Gubernur paling lambat menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan pada 21 November 2020 akan menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK)

"Adapun tuntutan yang akan diajukan adalah, pertama menolak olak UMP 2021 dengan alasan bahwa yang berlaku di Jawa Barat adalah UMK dan UMSK Jabar, tidak membutuhkan UMP," katanya.

Tuntutan kedua adalah agar penerintah mentapkan UMK 2021 dengan kenaikan minimal 8 persen. Dasar pertimbangannya, kenaikkan upah 5 tahun terakhir sejak adanya PP No 78 tahun 2015 adalah rata-rata 5 persen.

"Pertimbangan kedua adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 karena UMK 2021 walaupun ditetapkan di tahun 2020, tapi berlaku di Januari 2021," kata Roy..

Tuntutan ketiga adalah revisi SK UMSK Bekasi dan Bogor tahun 2020 dengan alasan yang ditetapkan oleh Gubernur tdk sesuai dengan rekomendasi Bupati dan wali kota Beksi dan Bogor.

"Banyak kode KBLI yang dihapus serta berlakunya UMSK dalam Kepgub sejak tanggal ditetapkan," katanya.

Menurut Roy, kenaikkan upah minimum untuk daerah yang ada diktum tersebut hanya naik sejak Oktober sampai Desember 2020. Sedangkan prinsip upah minimum itu berlaku sejak Januari 2020.

Tuntutan keempat, kata Roy, adalah agar pemerintah menetapkan UMSK Karawang tahun 2020 sesuai rekomendasi Bupati karena hasil rapat pleno Depeprov Jabar kemarin tidak sesuai dengan rekomendasi Bupati Karawang.

Tuntutan kelima adalah agar Presiden RI untuk segera menerbitkan Perpu untuk mencabut atau membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja karena dinilai sangat cacat formil dan materil serta sangat merugikan kaum buruh.

Menurutnya, aksi di daerah ini dilakukan dengan agenda meminta bupati/wali kota untuk merekomendasikan kenaikan UMK 2021 minimal 8 persen kepada Gubernur Jabar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement