REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ -- Presiden Bolivia yang baru Luis Arce mengatakan negaranya akan memperbaiki kembali hubungan dengan Rusia setelah sempat menurun di pemerintahan sebelumnya.
"Saya yakin menurunnya hubungan Bolivia dan Rusia selama 11 bulan disebabkan kehadiran pemerintah de facto yang berkuasa karena kudeta dan yang tidak mengerti apa yang berada di balik hubungan antar negara," kata Arce dalam wawancaranya dengan media Rusia, Sputnik News, Selasa (27/10).
"Itulah mengapa setelah kami berkuasa kami akan segera memperbaiki hubungan, seperti sedia kala dan melanjutkan apa yang telah dicapai, ada begitu banyak proyek, kami ada proyek energi nuklir, proyek ekspor, kami akan memperbaiki semuanya dengan pemerintah Presiden Vladimir Putin," tambah Arce.
Ia menambahkan akan segera bertemu dengan Putin secepat mungkin. Arce mengatakan ia bersedia bertemu dengan Presiden Rusia itu di PBB atau tempat lain untuk berbagi opini dan mendiskusikan isu yang menjadi kepentingan kedua negara.
Arce menambahkan Bolivia juga ingin mengekspor lebih banyak produk makanan ke Rusia. Ia mengatakan negaranya tidak hanya ingin mengekspor daging tapi juga produk potensial lainnya seperti quinoa, serta produk-produk Andes dan Amazon.
"Buah-buahan produk-produk yang sangat penting untuk diversifikasi makanan di Rusia," kata Arce.
Pada bulan September lalu, Bolivia mendapatkan otorisasi untuk mengirimkan daging sapi ke Rusia. Negara itu juga memiliki izin untuk mengirimkan daging ke Armenia, Belarusia, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan.
Arce mengatakan Bolivia tertarik dengan industri pertanian dan teknologi komunikasi Rusia. Ia juga ingin bekerja sama di industri gas dan metalurgi.
"Gas selalu menjadi sektor (kerja sama strategis) kami mengetahui potensi Rusia di bidang itu dan kami juga ingin, pertukaran teknologi, contohnya pada industri pertanian dan teknologi komunikasi dan teknologi lain yang bisa Rusia sediakan," katanya.
Presiden Bolivia itu juga mencatat negaranya ingin bekerja sama dengan Rusia di bidang metalurgi. Ia mengatakan Bolivia baru melakukan langkah pertama dalam sektor ini. Ia menambahkan Bolivia juga siap membahas kerja sama pertahanan dengan Rusia usai mengatasi masalah ekonomi.
"Kami menghadapi masalah ekonomi yang pelik, kami memprioritaskan sumber daya yang mengeluarkan Bolivia dari krisis ekonomi, kemudian tentu mungkin kami masuk ke negosiasi semacam itu," kata Arce.
Pada 2019, Presiden Bolivia saat itu Eva Morales mengatakan negaranya tertarik membeli senjata-senjata dari Rusia. Ia juga mempertimbangkan mengganti pesawat latih dari AS T-33 dengan sejumlah pesawat Rusia.
Arce mengatakan Bolivia akan membangun pusat penelitian dan teknologi nuklir dengan perusahaan energi nuklir Rusia, Rosatom. Pada 2017 lalu, anak perusahaan Rosatom dan Badan Energi Nuklir Bolivia menandatangani kerjasama lalu untuk membangun pusat penelitian dan teknologi nuklir di El Alto.
Pada bulan Juni lalu, Duta Besar Rusia untuk Bolivia Vladimir Sprinchan mengatakan pembangunan fasilitas tersebut sempat tertunda karena pandemi virus corona. Ia juga mengatakan pusat penelitian itu diperkirakan dibuka pada 2023 sesuai dengan jadwal sebelumnya.
"Kami harus menyelesaikannya, kami harus mengoperasikannya dan kami ingin mendapat bantuan teknis dari Rusia agar bisa memperluasnya, untuk melakukan penelitian terhadap berbagai isu di sini, di Bolivia," kata Arce.