Selasa 27 Oct 2020 13:53 WIB

Transparansi Pembangunan Loh Buaya Dipertanyakan

Pemerintah harus libatkan banyak pihak bangun proyek Loh Buaya.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Komodo berada dihabitat asliya di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Transparansi pembangunan proyek ala 'Jurassic Park'  di Loh Buaya menuai pertanyaan tersendiri.
Foto: Republika/Prayogi
Komodo berada dihabitat asliya di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Transparansi pembangunan proyek ala 'Jurassic Park' di Loh Buaya menuai pertanyaan tersendiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek pembangunan Pulau Rinca di kawasan Taman Nasional Komodo sebagai bagian dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) terus menuai polemik. Transparansi pembangunan proyek ala 'Jurassic Park' itu pun menuai pertanyaan tersendiri.

Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto mengatakan, mestinya perencanaan pembangunan proyek sarana dan prasarana (sarpras) itu telah melibatkan berbagai aktivis lingkungan. "Sekarang ini kan era transparansi, jadi tidak bisa lagi top down seperti itu sehingga perlu melibatkan berbagai pihak," kata Bambang saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/10).

Baca Juga

Proyek di Pulau Rinca ini kian menuai perhatian publik kala sebuah foto Komodo yang berhadapan dengan truk proyek viral di berbagai media. Bambang mengatakan, foto tersebut semakin menunjukkan bagaimana proyek tersebut bisa mengusik habitat dan populasi Komodo di kawasan tersebut.

Saat foto tersebut viral, resor di pulau tersebut kemudian ditutup untuk umum. Bambang pun mempertanyakan alasan penutupan tersebut. "itu artinya kan pemerintah merasa tidak transparan dan tidak melibatkan teman-teman lingkungan, ketika ada kritik keras itu akhirnya ditutup," ujarnya.

Bambang mempertanyakan dalih dan perizinan yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam proyek tersebut. Komisi IV yang membidangi permasalahan lingkungan di DPR sendiri, menurut dia, belum pernah mendapat paparan terkait rencana pembangunan di pulau Komodo ini.

"Pembangunan itu jangan sampai mengusik. Tentu harus transparan melibatkan teman-teman yang aktif dalam lingkungan untuk didengar saran dan pendapatnya," ujar Bambang.

Adanya protes yang muncul saat ini, kata dia, menunjukkan masyarakat dan dunia merasa memiliki komodo yang merupakan salah satu warisan dunia. Sayangnya, kata Bambang, pemerintah justru belum transparan dalam rencana pembangunan yang dikhawatirkan mengusik Komodo di pulau tersebut.

"Tanpa transparansi, pembangunan yang dilakukan pemerintah di Pulau Komodo itu pasti akan menimbulkan masalah," ujarnya.

Penataan sarpras yang sedang dilakukan di Lembah Loh Buaya Pulau Rinca TNK oleh Kementerian PUPR telah mencapai 30 persen dari rencana yang akan selesai pada Bulan Juni 2021. Saat ini penataan tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang.

Kementerian LHK lalu mengklaim penataan sarana dan prasarana wisata di Pulau Rinca TN Komodo tetap mematuhi kaidah konservasi. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno mengatakan kegiatan penataan sarpras berada pada wilayah administrasi Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Untuk itu, kegiatan pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat harus dilakukan, karena tidak dimungkinkan menggunakan tenaga manusia.

"Penggunaan alat-alat berat seperti truk, ekskavator dan lain-lain, telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian," ujarnya dalam keterangan pers Kementerian KLHK.

ia mengatakan, jumlah biawak komodo yang sering berkeliaran di sekitar area penataan sarpras di Loh Buaya diperkirakan ±15 ekor. Beberapa diantaranya memiliki perilaku yang tidak menghindar dari manusia. Guna menjamin keselamatan dan perlindungan terhadap biawak komodo termasuk para pekerja, seluruh aktivitas penataan sarpras diawasi oleh 5–10 ranger setiap hari.

"Mereka secara intensif melakukan pemeriksaan keberadaan biawak komodo termasuk di kolong-kolong bangunan, bekas bangunan, dan di kolong truk pengangkut material,” jelas Wiratno.

Terkait penutupan yang dilakukan, WIratno mengatakan, hal itu dilakukan dalam rangka mendukung kerja penataan sarpras wisata alam. Tempat itu ditutup sejak 26 Oktober 2020 hingga 30 Juni 2021, dan akan dievaluasi setiap 2 (dua) minggu sekali.

Adapun progress Pembangunan, menurut dia, akan diinformasikan oleh petugas. Tempat/lokasi destinasi lain seperti Padar, Loh Liang (Pulau Komodo), Pink Beach dan Spot Dive (Karang Makasar, Batubolang, Siaba, Mawan, dll) masih tetap dibuka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement