Selasa 27 Oct 2020 14:15 WIB

Perselisihan Erdogan dan Macron Semakin Meruncing

Erdogan dan Macron telah berselisih pendapat dalam beberapa bulan terakhir

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Christiyaningsih
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) saat foto bersama pada konferensi tentang Libya di Berlin, Jerman.
Foto: AP / Michael Sohn
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) saat foto bersama pada konferensi tentang Libya di Berlin, Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perselisihan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron semakin memanas. Seruan atas aksi pemboikotan oleh Erdogan menjadi tindakan protes terhadap Macron tentang Islam. Aksi tersebut dilakukan di tengah meningkatnya perselisihan mengenai dukungan Paris untuk hak karikatur Nabi Muhammad SAW.

Beberapa hari lalu Erdogan menanggapi sentimen Macron tentang Islam dan sampai mempertanyakan kesehatan mental Macron. Sejak awal Oktober, Macron telah mengumumkan langkah-langkah untuk memerangi radikalisasi antara populasi Muslim Prancis yang diperkirakan berjumlah enam juta orang.

Baca Juga

Ketegangan di Prancis semakin meningkat setelah pembunuhan seorang guru, Samuel Paty, yang menunjukkan gambar Nabi Muhammad kepada murid-muridnya selama diskusi tentang kebebasan berbicara. Kedua pemimpin itu berselisih dalam beberapa bulan terakhir.

“Saya memohon kepada rakyat saya. Jangan pernah memperhatikan merek Prancis. Jangan membelinya,"kata Erdogan di sebuah acara di Ankara dilansir Aljazirah, Selasa (27/10).

Beberapa hari sebelumnya ada seruan boikot di Timur Tengah dan dunia Muslim sebagai tindak protes atas pernyataan Macron yang tidak akan melepaskan kartun.

“Apa masalah yang dimiliki orang bernama Macron ini dengan Islam dan Muslim? Macron membutuhkan perawatan mental,” kata Erdogan pada pertemuan Partai Keadilan dan Pembangunan akhir pekan lalu.

Macron telah berusaha untuk membenarkan reformasinya yang direncanakan dengan menyarankan komunitas paralel yang hidup di bawah undang-undang terpisah. Ini berbeda dan bertentangan dengan nilai-nilai sekuler Prancis yang mulai terlihat.

Pihak berwenang telah memerintahkan penutupan sebuah masjid di pinggiran kota Paris dan melancarkan beberapa penggerebekan terhadap kelompok-kelompok yang dituduh berkontribusi pada radikalisasi Islam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement