Selasa 27 Oct 2020 16:42 WIB

Kelompok HAM Muslim tak Lagi Merasa Aman di Prancis

Organisasi mengumumkan rencana untuk memperluas aktivitas di luar Prancis

Red: Nur Aini
ebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) Muslim Prancis pada Senin mengumumkan rencana untuk memperluas kegiatannya di luar negeri
ebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) Muslim Prancis pada Senin mengumumkan rencana untuk memperluas kegiatannya di luar negeri

 

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) Muslim Prancis pada Senin mengumumkan rencana untuk memperluas kegiatannya di luar negeri di tengah kekhawatiran akan keamanannya setelah pernyataan kontroversial oleh para pejabat tentang Islam baru-baru ini.

Baca Juga

"Sebagai sebuah organisasi, kami tidak lagi merasa kami bisa melakukan pekerjaan kami di lingkungan yang aman, karena nyawa kami terancam dan pemerintah menetapkan kami sebagai musuh," kata Collective Against Islamophobia in France (CCIF) dalam sebuah pernyataan.

Kelompok itu mengatakan bahwa mereka telah menjadi sasaran pesan kebencian, ancaman kematian dan penghinaan selama seminggu terakhir setelah pemerintah Prancis mengumumkan ingin membubarkan organisasi tersebut.

"Menggunakan berita palsu dari sayap kanan, beberapa tokoh politik dalam rombongan presiden Macron bahkan telah mencoba untuk menyematkan serangan Jumat lalu terhadap organisasi yang mengecam Islamofobia, seolah-olah secara konseptual tidak mungkin untuk menangani terorisme dan bentuk rasisme kontemporer, termasuk Islamofobia," kata pernyataan itu.

"Karena alasan ini, apa pun hasil dari upaya pemerintah untuk membubarkan CCIF, kami telah memutuskan untuk memperluas kegiatan kami secara internasional, untuk memastikan kelangsungan operasi kami dan melindungi tim kami," tambah organisasi tersebut.

Otoritas Prancis baru-baru ini meluncurkan gelombang investigasi besar-besaran terhadap organisasi Muslim di negara itu menyusul pembunuhan seorang guru di Paris. Samuel Paty, 47 tahun, guru sejarah dan geografi di Bois-d'Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine, dibunuh secara brutal oleh Abdullakh Anzorov, 18, asal Chechnya. Pelaku kemudian ditembak mati oleh polisi.

Dalam salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi, Paty menunjukkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad kepada murid-muridnya. Para pemimpin Muslim di seluruh Prancis mengutuk pembunuhan itu, menekankan bahwa ekstremis menyalahgunakan agama untuk tujuan mereka sendiri dan tindakan mereka tidak dapat dibenarkan secara Islam.

Para pemimpin komunitas juga menyatakan keprihatinan mereka bahwa serangan baru-baru ini akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan mengobarkan sentimen Islamofobia. Pekan lalu, pemerintah telah mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki 51 asosiasi Muslim Prancis, termasuk CCIF.

Menteri Dalam Negeri Darmanin mengklaim bahwa elemen-elemen organisasi tersebut telah menyebabkan para pejabat menganggap mereka sebagai musuh republik. Awal bulan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama yang sedang berada dalam krisis dan mengumumkan rencana untuk undang-undang yang lebih keras guna menangani apa yang disebutnya "separatisme Islam" di Prancis.

"Masalahnya adalah ideologi yang mengklaim hukumnya sendiri harus lebih tinggi dari yang ada di republik," ujar dia.

Menurut rencana Macron, beberapa kelompok dan organisasi masyarakat sipil yang bertindak melawan hukum dan nilai-nilai negara kemungkinan akan ditutup atau menghadapi audit keuangan yang ketat.

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/kelompok-ham-muslim-tak-lagi-merasa-aman-di-prancis/2020479
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement