REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Reza Bakhtiar Ramadhan*
Oktober merupakan bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia yang merekam berbagai kebangkitan. Di bulan ini, Resolusi Jihad yang dicanangkan Hadratusy Syekh Hasyim Asy’ari telah berkontribusi besar dalam memupuk semangat juang rakyat Indonesia, terutama kaum santri untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika pada 2015 silam pemerintah Indonesia menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Pada Oktober ini juga, peristiwa bersejarah kembali hadir setelah pemerintah Uni Emirat Arab menetapkan nama presiden Joko Widodo sebagai nama salah satu jalan di Abu Dhabi.
Penetapan itu tidak datang begitu saja, melainkan merupakan sebuah usaha besar pemerintah Indonesia dalam menjalin kerjasama dengan Uni Emirat Arab (UEA), baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik maupun budaya.
Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan penetapan nama jalan tersebut sebagai sebuah keberhasilan diplomasi pemerintahan RI di Timur Tengah.
Sebagaimana resolusi jihad yang kemudian diperingati sebagai Hari Santri, penetapan Jalan presiden Joko Widodo di Abu Dhabi, secara kultural politis semakin memupuk rasa nasionalisme, kebangsaan serta kecintaan bangsa Indonesia kepada Tanah Airnya.
Tanah Air yang merupakan warisan para leluhur yang didapatkannya melalui perjuangan yang berdarah-darah itu kini telah mulai mengepakkan kembali sayapnya.
Kepercayaan publik dalam negeri dan luar negeri terhadap kinerja pemerintahan presiden Jokowi ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperluas daya jangkau kerjasama bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain, khususnya di Timur Tengah.
Gaya diplomasi yang cenderung menggunakan model soft diplomacy itu merupakan strategi diplomasi yang sebelumnya telah dijalankan presiden Sukarno serta KH Wahab Hasbullah ketika bernegosiasi dengan pemerintah Arab Saudi terkait dengan pemberlakuan mazhab beribadah di Masjidil Haram.