Selasa 27 Oct 2020 21:07 WIB

Nikmat Melimpah tapi Masih Suka Maksiat, Waspadalah    

Allah SWT mengingatkan berhati-hati nikmat melimpah tapi kufur.

Red: Nashih Nashrullah
Allah SWT mengingatkan berhati-hati nikmat melimpah tapi kufur. Berdoa Ilustrasi
Foto: Antara
Allah SWT mengingatkan berhati-hati nikmat melimpah tapi kufur. Berdoa Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sering kali kita mendengar dalam berbagai pengajian keagamaan, para ustadz, kiai, dan ulama mengingatkan kita tentang pentingnya menyadari datangnya istidraj.

Sejatinya, istidraj tidak semata datang dari Allah kepada para hamba-Nya, tetapi sangat mungkin juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari antarumat manusia.

Baca Juga

Memahami datangnya atau tengah berlangsungnya istidraj amat penting karena ia akan menjadi standar untuk mengukur apakah kita masih berada di atas rel yang ditetapkan Allah. Semua butuh ukuran, tetapi tidak semua mampu memperkirakan ini benar atau salah. Dalam kitab Hikam, Ibnu Athaillah, mengatakan: 

خف من وجود إحسانه إليك ودوام إساءتك معه أن يكون ذلك استدراجاً لك “Khaf min wujudi ihsanihi Ilayka wa dawami isa`atika ma'ahu an yakuna dzalika istidrajan laka.

“Takutlah bila kebaikan Allah SWT selalu engkau peroleh saat engkau tetap berbuat maksiat kepada-Nya, lambat laun itu akan menghancurkanmu.”  

Begitu pentingnya kita memiliki kemampuan untuk menyadari datangnya istidraj, sampai-sampai Allah menyindir kita dalam sebuah firman-Nya: 

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (QS al-A’raf [7]: 182).

Inilah situasi yang sungguh mengerikan. Kita terjerembap ketika tidak memiliki persiapan apa pun karena ketiadaan kemampuan menangkap isyarat saat berlangsungnya istidraj. Alangkah mengerikan dan alangkah menyedihkan.

Dalam kosakata sehari-hari, kita akui susah menemukan padanan yang pas dan tepat. Tapi, kita dapat memberi contoh ketika istidraj itu terjadi. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan anak kecil yang mencoba segala macam tindakan untuk mengenal sesuatu. Biasanya, ia baru memahami akibat suatu tindakan ketika ia sudah melakukannya.

Ketika seorang anak baru bisa menaiki sepeda, kita ingatkan untuk selalu menggunakan jalur kiri. Karena jalan lengang, ia mencoba jalur kanan. Kita bilang “jangan”, tapi ia malah abai terhadap peringatan itu. Ya sudah, silakan saja.

Mendadak, dari arah berlawanan muncul pengendara lain. Senggolan terjadi dan ia jatuh, meringis, dan lututnya memar. Itu hanya senggolan. Tapi, itu salah satu bentuk istidraj.

Perkataan “ya sudah, teruskan saja, nanti kamu akan tahu risikonya” adalah contoh dari proses awal terjadinya istidraj. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dengan mudah dapat menemukan begitu banyak contoh mengenai kehidupan seseorang hancur akibat tidak sensitif terhadap datangnya istidraj. Semakin besar langkah yang dilakukan, makin besar pula istidraj menghempaskan seseorang dalam kehidupannya.

Maka, jangan tanya kepada siapa istidraj akan menimpa. Ia akan menimpa siapa saja yang tidak memiliki sensitivitas spiritual dalam bermuamalah dengan Allah dan manusia.

Ketika nikmat Allah terus memancur, tetapi dosa-dosa juga mengucur membasahi punggung bumi dan kemaksiatan yang kita lakukan terus merajalela, tak ada yang berani menegur dan menghalanginya, di situlah istidraj tengah terjadi. Tanpa kita ketahui, seperti firman-Nya, Allah akan membinasakan kita.

Ketika kekuasaan diberikan Allah kepada kita, seharusnya kita sadar bahwa kekuasaan hanyalah wasilah alias perantara agar kita dapat menegakkan keadilan untuk semua tanpa pandang bulu.

Begitu kekuasaan digunakan dengan sewenang-wenang, alat-alat hukum hanya tajam untuk orang-orang tak berdaya dan tumpul menghadapi orang-orang kuat. Kemudian, kita dipilih lagi dan lagi dalam pemilu, di situlah istidraj tengah terjadi.

Pada saatnya, Allah akan membuat kita terjerembap. Anda sudah tahu, bergelimpangannya para tiran di atas karpet kekuasaan mereka di banyak belahan bumi ini.

Ketika kekayaan kita semakin menumpuk, angka deposito semakin menebal, investasi kita berekspansi hingga ke luar negeri, saham kita ada di begitu banyak perusahaan, tetapi kita semakin jauh dari keterpanggilan menyantuni fakir miskin, para janda, dan yatim piatu maka ganjaran istidraj akan datang tidak lama lagi.

Demikian, ketika ilmu kita sudah melambung di udara, banyak umat bergantung pada kita, tetapi karena sikap ujub kita mengabaikan hak-hak Allah SWT, tak lama lagi istidraj akan datang.  

*Naskah kutipan artikel almarhum KH Hasyim Muzadi yang tayang di Harian Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement