REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Lembaga Kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), dr Sarbini Abdul Murad turut bersuara menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebutkan Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Sarbini menyayangkan sekaligus mengecam pernyataan ini sebagai pernyataan yang tidak bertanggung jawab dan memecah belah kerukunan umat beragama di dunia.
"Kami turut menyayangkan sekaligus mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Itu adalah pernyataan yang tidak bertanggung jawab. Macron telah menyebarkan kesalahpahaman terhadap Islam. Sebuah pernyataan yang dapat memecah belah kerukunan umat beragama di dunia," kata Sarbini melalui pesan tertulis kepada Republika, Rabu (28/10).
Ia menegaskan, Macron mestinya bijak dalam menilai Islam. Macron mestinya bisa belajar dari sosok Vladimir Putin, Presiden Rusia yang bijak dalam melihat Islam. Meski di Rusia terjadi pemberontakan separatis Chechen, tidak berarti Putin menyudutkan Islam secara keseluruhan.
Sementara itu, Macron sebagai orang nomor satu di Prancis memilih membiarkan dan menolak untuk melarang keputusan media Charlie Hebdo yang menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad pada September 2020 lalu dengan alasan kebebasan berekspresi. Ini suatu sikap pemimpin negara yang sangat melukai dan menuai reaksi keras dari berbagai kalangan umat Islam di seluruh dunia. Hal ini berbahaya karena menjadi modus menyebarkan kebencian terhadap Islam.
"Untuk itu, MER-C meminta kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk segera meminta maaf kepada umat Islam dunia. Kami pikir meminta maaf adalah jalan yang bijak, serta melarang kartun yang menghina Nabi Muhammad," ujar Sarbini.
Pimpinan MER-C juga berharap pemerintah Indonesia dapat segera merespons dan mengambil sikap atas pernyataan Presiden Prancis dengan mendorong permintaan maafnya kepada umat Islam. Hal ini agar polemik yang dapat menimbulkan perpecahan kerukunan umat beragama tidak berlarut.