REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik adanya peraturan presiden (perpres) terkait supervisi KPK. Perpres tersebut membuka peluang bagi lembaga antirasuah tersebut untuk melakukan supervisi terhadap kasus korupsi yang tengah ditangani Polri dan Kejaksaan RI.
"Akhirnya setelah setahun terlewati. Kini pelaksanaan tugas supervisi sudah dapat dioptimalkan," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Rabu (28/10).
Nawawi mengungkapkan, selama ini banyak perkara-perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yang dalam penanganan aparat penegak hukum. Dia melanjutkan, penanganan itu belum dapat optimal di supervisi oleh KPK.
Ia mengatakan, selama ini pelaksanaan supervisi itu kerap karena belum adanya instrumen mekanismenya yang sebagaimana diatur dalam Perpres ini. Nawawi melanjutkan, Perpres supervisi KPK tersebut menepiskan alasan apapun bagi aparat penegak hukum lainnya untuk tidak bekerjasama dengan KPK.
"Dalam penanganan perkara yang telah ditetapkan di supervisi oleh KPK," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani beleid baru sebagai pelaksanaan dari UU KPK hasil revisi pada tahun 2019 lalu. Melalui Perpres nomor 102 tahun 2020 tentang pelaksanaan supervisi pemberantasan tipikor.
Perpres memberikan kewenangan bagi KPK untuk melakukan supervisi terhadap instansi yang juga berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketentuan tersebut diatur di Pasal 2, dalam beleid anyar yang diteken Jokowi pada 20 Oktober lalu.
Supervisi yang dimaksud, kemudian diatur di Pasal 5, dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian, dan penelaahan. Dalam menjalankan supervisi ini, tim KPK bisa didampingi oleh perwakilan Bareskrim Polri dan/atau Jaksa Agung Muda Bidang Tipikor dari kejaksaan.
Kemudian pada Pasal 9 juga diatur, berdasarkan hasil supervisi terhadap perkara yang ditangani oleh Kejaksaan dan Polri, KPK punya kewenangan untuk mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan dan Polri.
"Dalam hal KPK melakukan pengambilalihan perkara dalam tahap penyidikan dan/atau penuntutan, instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tipikor wajib menyerahkan tersangka dan/atau terdakwa dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 hari, terhitung sejak tanggal permintaan KPK," begitu bunyi Pasal 9 ayat 3 Perpres Supervisi yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara.