Rabu 28 Oct 2020 19:01 WIB

Sentimen Anti-Prancis Menguat di Sejumlah Negara Muslim

Sejumlah negara Muslim bereaksi atas pernyataan Macron.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Sentimen Anti-Prancis Menguat di Sejumlah Negara Muslim. Seorang anak memegang foto Presiden Prancis Emmanuel Macron, dicap dengan tanda sepatu, selama protes terhadap Prancis di Istanbul, Minggu, 25 Oktober 2020. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Minggu menantang Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi terhadap negaranya sekaligus meluncurkan serangan kedua terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron. Berbicara sehari setelah dia menyarankan Macron membutuhkan perawatan kesehatan mental karena sikapnya terhadap Islam dan Muslim, yang mendorong Prancis menarik duta besarnya untuk Ankara, Erdogan membidik kritik asing
Foto: AP/Emrah Gurel
Sentimen Anti-Prancis Menguat di Sejumlah Negara Muslim. Seorang anak memegang foto Presiden Prancis Emmanuel Macron, dicap dengan tanda sepatu, selama protes terhadap Prancis di Istanbul, Minggu, 25 Oktober 2020. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Minggu menantang Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi terhadap negaranya sekaligus meluncurkan serangan kedua terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron. Berbicara sehari setelah dia menyarankan Macron membutuhkan perawatan kesehatan mental karena sikapnya terhadap Islam dan Muslim, yang mendorong Prancis menarik duta besarnya untuk Ankara, Erdogan membidik kritik asing

REPUBLIKA.CO.ID, JERMAN -- Reaksi keras dari negara-negara Islam kepada Prancis atas komentar Presiden Emmanuel Macron tentang Islam dan kebebasan berbicara semakin meningkat. Reaksi ini semakin gencar dilakukan setelah Macron berjanji melawan "separatisme Islam" dan untuk melindungi nilai dan prinsip Prancis.

Berikut beberapa negara yang bereaksi atas tindakan dan pernyataan Macron yang dinilai menyudutkan Islam.

Baca Juga

Turki

Presiden Turki Erdogan merupakan salah satu pemimpin yang vokal atas tindakan Macron dan Prancis. Ia bahkan sempat menyebut Macron sebagai orang yang perlu pengobatan mental karena sikapnya terhadap Islam.

Kendati demikian, dilansir di Deutsche Welle, Selasa (27/10), Ekonom Turki Ugur Gurses mengatakan, tidak mengherankan jika Presiden Tayyip Recep Erdogan meningkatkan ketegangan dengan Barat. Salah satu alasannya adalah Erdogan gagal mengatasi masalah ekonomi Turki yang diperburuk oleh pandemi virus corona.

"Jajak pendapat menunjukkan dukungan yang menurun secara signifikan untuk partai yang berkuasa dan sekutunya. Erdogan tahu jika Eropa atau AS menjatuhkan sanksi kepada Turki maka suaranya akan meningkat. Itulah alasan mengapa dia bertengkar dengan Macron dan Trump," katanya.

Menurut Ilhan Uzgel, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Ankara, perhatian utama Erdogan adalah mempertahankan dukungan di antara para pemilih.  "Erdogan tidak dapat menghasilkan kebijakan yang dapat menyelamatkan ekonomi Turki. Dan tidak ada yang terkejut dia meminta orang Turki memboikot produk Prancis. Dia sama sekali tidak peduli apakah dia memiliki citra agresif atau tidak, satu-satunya hal yang penting baginya saat ini adalah mengamankan dukungan di antara para pemilih," katanya.

Pakistan

Perdana Menteri Imran Khan telah menyatakan ketidakpuasannya dengan komentar Macron. Ia mengatakan serangan verbal Macron terhadap Islam telah melukai perasaan ratusan juta Muslim di seluruh dunia. Banyak orang Pakistan juga tidak senang dengan apa yang dikatakan Macron.

Hubungan politik dan ekonomi yang erat secara historis antara Pakistan dan Turki berarti Turki selalu dilihat sebagai sekutu terdekat dan paling dapat diandalkan Pakistan dalam komunitas internasional. Erdogan dipandang di Pakistan sebagai pemimpin dunia Muslim - dan, bagi banyak orang, bahkan lebih penting daripada raja Saudi, penjaga dua tempat paling suci Islam di Makkah dan Madinah. Turki juga telah mengerjakan proyek pembangunan dan infrastruktur bernilai miliaran dolar di Pakistan selama beberapa dekade.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement