REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Survei Indonesia Political Opinion (IPO) terbaru menyebutkan kekecewaan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meningkat.
Direktur IPO, Dedi Kurnia Syah, mengatakan jika dibandingkan pada survei periode Juli 2020, kekecewaan pada Presiden meningkat dari 33.5 persen menjadi 51 persen.
“Begitu halnya dengan Wapres, dari 42.5 persen responden menyatakan tidak puas, meningkat menjadi 67 persen,” ujar dia dalam paparan hasil survei dan diskusi media, Rabu (28/10).
Dia menjelaskan, faktor paling berpengaruh terhadap kekecewaan Presiden dan Wapres adalah faktor kepemimpinan 75 persen, keberpihakan pada rakyat 71 persen, integritas atau ketepatan janji 66 persen, koordinasi antar lembaga 69 persen dan empati atau aspiratif 53 persen.
Sementara itu, ujar dia, di bidang ekonomi, penilaian publik atas kinerja pemerintah cukup menegaskan ketidakpuasan, hal ini terlihat dari akumulasi respon buruk (51 persen) dan sangat buruk (6 persen) mencapai 57 persen. Sementara respon positif hanya mampu menyerap 43 persen.
Dedi mengatakan, Menko Ekonomi Airlangga Hartarto mendapat respons kepuasan publik hanya di urutan ke 6 dengan persentase 36 persen, persepsi ini cukup menegaskan jika performa Airlangga dianggap mengecewakan.
Menurut survey ini, kata dia, kekecewaan publik atas kondisi ekonomi ini dipengaruhi beberapa hal, di antaranya; persepsi mahalnya harga bahan pokok (58 persen), sulitnya mencari pekerjaan (44 persen), sulitnya melakukan transaksi perdagangan/jual beli (38 peren) dan pengaruh lain (34 persen).
Lebih lanjut, dia mengatakan bidang penegakan hukum, ketidakpuasan publik mencapai 64 persen,angka ini menjadi yang tertinggi dari bidang lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian publik, kata dia, adalah buruknya pemberantasan korupsi (62 persen), lemahnya independensi penegak hukum (56 persen), ancaman kebebasan berpendapat (52 persen), kualitas kebijakan (48 persen), dan faktor lain (36 persen).
Dia menyatakan performa pemberantasan korupsi menjadi pemantik terbesar buruknya bidang penegakan hukum, terlebih kurun periode survei berbagai persoalan korupsi semakin menguat, bahkan kepuasan terhadap Menko Polhukam Mahfud MD hanya berada di urutan ke-7 dengan persentase 34 persen.
“Tertinggal jauh dari anggota Kemenko Polhukam Tito Karnavian 49 persen, Prabowo Subianto 57 persen,” kata Dedi.
Masih dalam kluster Menko Polhukam, bidang politik dan keamanan juga mendapat respons kepuasan lebih rendah dibanding ketidakpuasan, hanya 49 persen menyatakan puas.
Dedi membeberkan, beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi publik terkait kondisi politik dan keamanan, adalah: kebebasan berbeda pendapat (49 persen), kriminalitas (45 persen), perasaan aman (41 persen), ketertiban umum (36 persen), dan pengaruh lainnya (31 persen).
Lalu bidang sosial dan humaniora, Persepsi publik berbagi angka ketidakpuasan tercatat sebesar 50 persen. Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi publik terkait kondisi sosial, politik dan humaniora, adalah: pengelolaan toleransi (51 persen), konflik sosial (46 persen), kesejahteraan (45), keadilan (38 persen), dan hal lainnya (27 persen).
Dedi menuturkan, secara umum kluster sosial mendapat penilaian baik, meskipun setara dengan tidak baiknya. “Pemerintah terbantu dengan program-program bantuan selama pandemi, dan itu mendapat respons positif di masyarakat,” kata dia.
Survei menggunakan metode purposive sampling dilakukan terhadap 170 orang pemuka pendapat (opinion leader) yang berasal dari peneliti universitas, lembaga penelitian mandiri, dan asosiasi ilmuwan sosial/perguruan tinggi.
Sementara survei terhadap massa pemilih nasional dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 1200 responden di seluruh wilayah proporsional Indonesia dengan margin of error dalam rentang 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Periode survei 12-23 Oktober 2020.