REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pimpinan organisasi yang mewakili ulama Muslim di Prancis pada Selasa (27/10) lalu menolak serangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron. Ia juga mengkritik seruannya untuk memboikot barang-barang Prancis.
“Ini memalukan, Presiden Turki tidak mewakili Muslim dan dunia Islam," ujar Presiden Konferensi Imam Prancis, Imam Hassen Chalghoumi dalam sebuah wawancara dengan buletinnya, dilansir di Algemeiner, Selasa (28/10).
Dirinya juga menyayangkan Erdogan memiliki perselisihan politik dengan banyak negara di kawasan seperti Bahrain, Arab Saudi, Mesir. Chalghoumi juga mengecam tuduhan Erdogan yang dibuat dalam pidatonya pada Senin saat menyatakan Muslim di Eropa sekarang sedang menjadi sasaran kampanye yang mirip dengan perlakuan kepada Yahudi sebelum Perang Dunia II.
“Di Prancis, Muslim memiliki kebebasan yang sama dan menikmati hak yang sama seperti semua warga negara mereka. Ada 2.500 rumah ibadah Muslim. Hukum republik mengizinkan semua orang menjalankan iman mereka dengan bebas," ujarnya.
Imam itu justru meminta warga Prancis yang beragama Muslim mendukung Macron. “Ayo kuat bersama,” ujarnya.
Perselisihan antara Erdogan dan Macron berasal dari tuduhan pemimpin Prancis kelompok Islam radikal mengobarkan separatisme di Prancis. Komentar Macron muncul setelah pemenggalan kepala yang mengejutkan oleh seorang pengungsi Muslim awal bulan ini terhadap Samuel Paty, seorang guru sekolah berusia 41 tahun dari Paris yang menunjukkan kartun kontroversial Nabi Muhammad di kelasnya selama pelajaran tentang kebebasan berbicara.