Kamis 29 Oct 2020 05:55 WIB

Kemenag dan Institut Leimena Gelar Diskusi Peran Agama

Peran agama dibahas Kemenagdan Institut Leimena.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Kemenag dan Institut Leimena Gelar Diskusi Peran Agama. Foto: Toleransi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Kemenag dan Institut Leimena Gelar Diskusi Peran Agama. Foto: Toleransi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) bekerjasama dengan Institut Leimena menggelar webinar dalam persaudaraan tiga keluarga agama Abrahamik, Islam, Yahudi, dan Kristen atau yang dikenal dengan Internasional Abrahamic Faiths Roundtable.

Webinar yang mengusung tema "Peran Keluarga Agama-Agama Abrahamik Dalam Memajukan Perdamaian di Dunia" ini dibuka oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Hadir pula dua tokoh dalam webinar di antaranya Chairman Institut Leimena, Jakob Tobing dan Senior Fellow Institut Leimena Alwi Shihab.

Dalam kesempatan tersebut, Menag mengangkat tentang relasi antara Israel-Palestina. Webinar ini merupakan kelanjutan dari Abrahamic Faiths Roundtable yang pertama pada 22 Juni 2020.

"Di wilayah ini lahir dan hidup anak-anak keturunan Abraham dan hidup ketiga komunitas agama Abrahamik. Tetapi kita terus menyaksikan bahwa perdamaian di wilayah ini belumlah selesai dan tuntas sebagaimana yang kita harapkan dan impikan bersama," kata Fachrul, pada Selasa (27/10) malam.

"Saya telah mengutarakan pemikiran bahwa tugas utama kita adalah mencari titik-titik temu sebagai keluarga besar agama-agama Abrahamik untuk dapat bekerjasama demi perdamaian dan kemajuan peradaban manusia," lanjutnya.

Fachrul mengungkapkan, tiga agama, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam dikenal sebagai agama-agama Abrahamik atau Ibrahimiah.  Ketiganya mengakui dan menempatkan tokoh Abraham atau Ibrahim, bukan hanya dalam jalinan hubungan keturunan darah daging, tetapi lebih-lebih sebagai teladan, dan contoh tokoh beriman bagi ketiga komunitas agama.

"Namun demikian, kita juga mengetahui dan mengakui dalam sejarah agama-agama bahwa hubungan dan relasi antara ketiga agama Abrahamik tersebut tidaklah selalu hidup dalam kedamaian karena hadirnya berbagai perbedaan kepentingan yang ikut bersamanya. Entah karena kepentingan yang bersifat politis, ekonomis, sosial budaya, dan bahkan keamanan," kata dia.

Fachrul melanjutkan, perbedaan kepentingan tersebut  telah ikut mengganggu hubungan dan relasi antara agama-agama Abrahamik tersebut. Perdamaian dunia ikut terganggu karena hubungan dan relasi yang tidak harmonis tersebut. Relasi Israel-Palestina menjadi contoh nyata ketidakharmonisan yang terjadi di antara penganut agama Abrahamik.

Fachrul mengatakan, semua agama mengajarkan kebaikan kepada para pemeluknya. Semua agama mendorong umatnya untuk mewujudnyatakan nilai-nilai agama dan kebajikan dalam hidup dan kehidupan mereka, baik sosial, politik, budaya, ekonomi maupun dalam kehidupan sehari-hari.

"Bahkan semua agama juga mengajarkan akan adanya kehidupan yang lebih abadi di akhirat kelak. Ajaran eskatologi agama-agama penting untuk memotivasi para pemeluk agama agar mereka berbuat kebaikan dan kemuliaan sepanjang hidupnya di dunia," ucap Fachrul.

Webinar ini menghadirkan enam narasumber yakni Presiden Forum for Promoting Peace in Muslim Societies Sheikh Abdallah bin Bayyah, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Direktur Internasional Hubungan Antar Agama, American Jewish Committee Rabbi David Rosen, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Pendeta Gomar Gultom dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Uskup Ignatius Kardinal Suharyo.

Fachrul menjelaskan, tantangan agama-agama Abrahamik merupakan bagaimana ketiganya dapat ikut berkontribusi bagi tercipta dan terawatnya perdamaian dunia, khususnya di antara para pemeluk ketiga agama tersebut.

Cita-cita ini hanya akan dimungkinkan jika ketiganya bergerak bersama mencari lebih banyak titik-titik temu daripada titik perbedaan, menggali dan menemukan kekuatan bersama yang memiliki kemampuan untuk bertemu dan bekerja bersama membangun kehidupan yang lebih harmonis, bermartabat, dan beradab.

"Saya pikir kita punya kesamaan pendapat, bahwa tidak akan ada perdamaian tanpa komunikasi. Padahal situasi politik pada saat ini belum memungkinkan kita untuk berkomunikasi bebas melalui jalur negara," kata dia.

"Disinilah peran strategis yang dapat diambil oleh Abrahamic Faiths Rountable ini, karena kita hampir tidak punya hambatan dalam komunikasi, bahkan kita punya ikatan keturunan agama yang membuat kita dekat," lanjutnya.

Dijelaskan Menag peran ini dapat ditingkatkan lebih jauh lagi di masa depan dengan menjadi bagian dari perundingan-perundingan perdamaian, tingkat negara untuk mengambil sikap yang lebih moderat, tidak didasarkan atas kepentingan politik semata, tetapi juga kepentingan menguatkan ikatan persaudaraan.

"Jika ada agama atau atas nama agama yang mengambil suatu ajaran dan mengarah pada konflik, maka itu pasti bukanlah bersumber dari ajaran agama. Semoga pertemuan ini ikut memperkaya dan semakin mendekatkan kita sesama pemeluk agama-agama Abrahamik," ucap Fachrul.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement