REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melalui wakaf produktif di bidang pertanian dan peternakan bisa membantu menguatkan ketahanan pangan di negeri ini. Untuk itu diperlukan juga regulasi yang mendukung wakaf, pertanian dan peternakan untuk ketahanan pangan. “Salah satu yang kita bicarakan hari ini diatur oleh undang-undang ketahanan pangan dan dikaitkan dengan wakaf, dikaitkan dengan undang-undang wakaf,” kata Ketua Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia, Marzuki Ali saat acara diskusi kebangsaan bertajuk 'Wakaf, Energi Kedaulatan Pangan Bangsa' di Chanel Yotube Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Kamis (29/10).
Marzuki mengatakan, pangan adalah komoditi yang sangat strategis, bahkan ada yang bilang pangan adalah komoditi politik. Dulu pangan pokok di Indonesia beraneka ragam, ada yang makanan pokoknya sagu, ubi, dan jagung.
Pada zaman Orde Baru justru kearifan lokal pangan pokok itu diubah jadi beras sehingga banyak yang bermigrasi makan nasi. Akhirnya beras menjadi komoditi politik. “Tapi begitu harga pangan tidak stabil, begitu harganya mahal dan rakyat tidak mampu membeli maka di situlah pemerintah bisa jatuh,” ujarnya.
Menurutnya, pangan yang sudah jadi komoditi politik bisa menimbulkan masalah. Sekitar tahun 1997 dan 1998 harga beras melonjak dan terjadilah krisis multidimensi. Akhirnya jatuhlah pemerintahan Soeharto. “Padahal Pak Harto menjaga betul stabilitas pangan di mana harga beras dibuat sangat stabil tetapi dengan terjadinya krisis maka harga pangan tidak terkendali di situlah kejatuhan pemerintahan yang dirasa tidak akan jatuh,” jelasnya.
Ia menyampaikan, sekarang Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Orang bilang Covid-19 ini menimbulkan resesi, justru ini menimbulkan keberkahan, karena wakaf tidak mengenal resesi. Sebab dana wakaf tidak riba, dananya bergulir dan saling membantu serta saling memberi. Bahkan orang yang melaksanakan wakaf akan mendapatkan pahala meski telah mati. Tentu berbeda antara wakaf dengan memberikan usaha konvensional. Belum tentu usaha konvensional itu berdampak pada kehidupan setelah kematian. “Saya yakin gerakan wakaf ini luar biasa sekali apalagi dengan niat untuk membangun kekuatan dan ketahanan pangan,” kata Marzuki.
Untuk menjawab tantangan kebutuhan pangan, Global Wakaf - ACT telah meluncurkan program Masyarakat Produsen Pangan Indonesia (MPPI) yang juga memberdayakan petani lokal. Para petani akan diberikan modal berupa bibit dan pupuk, kemudian hasil panennya akan kembali dibeli ACT dengan harga terbaik. Program MPPI ini ternyata disambut baik oleh YP3I dan Gerakan Masyarakat Pesantren untuk Ketahanan Pangan Indonesia (Gema Petani). Kerja sama ini rencananya akan membantu penggarapan lahan untuk sekitar 1.500 petani di lahan seluas 500 hektare di Jawa Timur.