Kamis 29 Oct 2020 20:48 WIB

Kedatangan Pompeo Dinilai tak Terlepas dari Pemilu di AS.

Trump dan Biden sama-sama menyadari pentingnya kawasan Indo-Pasifik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo menjadi pembicara dalam dialog dengan GP Ansor di Jakarta, Kamis (29/10). Dialog tersebut membahas tentang memelihara peradaban aspirasi islam sebagai rahmatan lil alamin antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo menjadi pembicara dalam dialog dengan GP Ansor di Jakarta, Kamis (29/10). Dialog tersebut membahas tentang memelihara peradaban aspirasi islam sebagai rahmatan lil alamin antara Indonesia dan Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat geopolitik internasional dari Universitas Bina Nusantara Aditya Permana mengatakan, kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo ke Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pemilihan umum AS yang akan digelar pekan depan. Sebab Pompeo salah satu orang terdekat Trump.

"Pompeo orang keduanya Trump, sehingga ketika membicarakan kunjungan Pompeo ke sini pasti ada hubungan dengan pemilihan umum," kata Aditya, Kamis (29/10).

Baca Juga

Aditya mengatakan, baik Trump maupun lawannya dari Partai Demokrat Joe Biden sama-sama menyadari pentingnya kawasan Indo-Pasifik. Menurut Aditya kedatangan Pompoe menjadi perpanjangan tangan Trump yang ingin mempertahankan pengaruh Washington di Indo-Pasifik.

Trump dan Biden menyadari Indonesia mitra strategis Amerika. Tetapi yang membedakan keduanya pendekatan mereka. Aditya mengatakan, tampaknya Trump bertahan dengan pendekatan keras terhadap China yang semakin memperkuat pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik termasuk di Asia Tenggara.

"Yang menarik baik Trump maupun Biden menganggap kawasan Indo-Pasifik harus dikelola, dan distabilisasi, baik secara ekonomi dan paling penting secara security, Pompeo tampaknya tampil sebagai corong misi tersebut, yakni keamanan dan ekonomi," kata Aditya.

Menurut Aditya melihat latar belakang Pompeo tidak mungkin menteri luar negeri itu melepaskan kepentingan keamanan. Karena dalam dilihat posisi Washington dalam isu Korea Utara, di Indo-Pasifik, dan lain-lain.

Berbeda dari Biden yang lebih pro-liberalisme, multilateralisme dan kebijakan luar negeri yang cenderung normatif,  kedatangan Pompeo tampaknya simbol dari upaya AS yang sudah mereka jalankan di Indo-Pasifik selama empat tahun terakhir.

"Dalam konteks perang dagang mungkin cenderung tidak mengambil sikap yang terlalu frontal, 'pilih Amerika atau China' tapi lebih kepada memberikan intensif, kalau membuat kesepakatan dengan AS nanti akan mendapat imbalan apa," kata Aditya.  

Indonesia penting, kata Aditya, karena investasi China saat ini lebih besar dari pada Amerika. Hal itu tentu menjadi salah satu agenda dari kunjungan Pompeo ke Jakarta. Sebab jelas dalam pidatonya ia mengumumkan investasi AS di Indonesia.

"Misi yang lain mengenai hak asasi manusia, mungkin terlalu besar juga kalau hak asasi manusia, tapi seperti kebebasan berbicara, hal-hal seperti itu karena dia juga ada agenda perwakilan NU, jadi pasti ada upaya merangkul kalangan Muslim karena investasi AS tidak akan lancar tanpa dukungan dari mayoritas muslim di sini," katanya.

Menurut Aditya, Pompeo sangat memahami hingga saat ini NU masih menjadi mayoritas Muslim di Indonesia. Menurut Aditya siapa pun yang memenangkan pemilihan presiden AS 3 November mendatang Washington akan tetap memperkuat pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik.

"Amerika akan tetap mempertahankan kemitraan strategis di Indo-Pasifik, misalnya bila Biden menang maka kerja sama multilateral seperti Trans-Pacific Partnership, akan menjadi jalur Biden untuk mempertahankan kemitraan dan persekutuan strategis di Indo-Pasifik," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement