REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan lawatan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo ke Indonesia memberi pesan kepada China. Selama ini China dinilai agresif di Laut China Selatan.
"Kehadiran Menteri Luar Negeri Pompeo ke Indonesia untuk bertemu dengan mitranya Menlu Retno Marsudi dan beraudiensi dengan Presiden Joko Widodo positif untuk memberi pesan kepada China yang belakangan sangat agresif di Laut China Selatan," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia memaparkan bahwa setelah di Sri Lanka Pompeo mengatakan Partai Komunis China sebagai predator maka di Indonesia, AS hendak menyampaikan pesan ke China bahwa Indonesia tidak akan terjebak dengan ketergantungan utang terhadap China.
"China tidak akan bisa meminta Indonesia untuk membangun pangkalan militer karena Kemitraan Strategis AS-Indonesia akan diperkuat baik untuk bidang ekonomi dan pertahanan," ujar Rektor Universitas Jenderal A Yani itu.
Ia juga menggarisbawahi pernyataan Menlu Retno Marsudi bahwa semua negara diminta untuk menghormati UNCLOS di Laut China Selatan yang sangat diapresiasi oleh Pompeo.
Pernyataan ini tentu mengkritik klaim China atas wilayah di sembilan garis putus yang tidak memiliki dasar dalam UNCLOS dan telah dinyatakan demikian oleh putusan Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016. "Indonesia tidak gentar untuk menyampaikan kritik tersebut meski Indonesia bergantung pada utang dari China," tambahnya.
Menurut dia, hal itu menunjukkan Indonesia telah menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tidak berpihak ke China maupun AS tetapi pada hukum internasional, khususnya UNCLOS.
Namun di sisi lain, menurut dia, ada hal yang diharapkan oleh Menteri Luar Negeri Pompeo yang tidak mungkin direalisaikan oleh Indonesia. Harapan tersebut, tambah dia, adalah Indonesia menjadi pilar bagi ASEAN, terutama untuk menghadapi China.
Hikmahanto menilai harapan ini sulit untuk direalisasi oleh Indonesia mengingat Indonesia menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif sehingga tidak mungkin akan menbawa ASEAN untuk berada di belakang AS dalam menghadapi China.
Selain itu, ia mengatakan bahwa di dalam ASEAN ada negara-negara tertentu yang sangat berpihak pada China sehingga keputusan secara konsensus ASEAN untuk menentang China tidak akan mudah.
BACA JUGA: Iran Tegaskan Normalisasi Hubungan Negara Arab-Israel tak akan Berlangsung Lama
Harapan tersebut, tambah dia, adalah Indonesia menjadi pilar bagi ASEAN, terutama untuk menghadapi China.
Hikmahanto menilai harapan ini sulit untuk direalisasi oleh Indonesia mengingat Indonesia menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif sehingga tidak mungkin akan menbawa ASEAN untuk berada di belakang AS dalam menghadapi China.
Selain itu, ia mengatakan bahwa di dalam ASEAN ada negara-negara tertentu yang sangat berpihak pada China sehingga keputusan secara konsensus ASEAN untuk menentang China tidak akan mudah.