REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat memulai supervisi awal pada kasus Djoko Tjandra yang sedang ditangani Kejaksaan Agung maupun Kepolisian. Hal tersebut mengingat telah dikeluarkannya Peraturan Presiden No.102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sebab, pada awal September lalu KPK telah resmi mengeluarkan surat perintah supervisi untuk kaus tersebut. Setidaknya ada beberapa hal yang belum terungkap dalam penanganan perkara Djoko Tjandra.
"Salah satunya yakni, apakah ada oknum Jaksa lain yang terlibat dalam perkara Djoko Tjandra," ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Jumat (30/10).
Kemudian, hal lain yang belum terungkap yakni terkait pengurusan fatwa di Mahkamah Agung. ICW mempertanyakan siapa saja yang terlibat dalam pengurusan tersebut.
"Apakah iya hanya Pinangki? Atau sebenarnya ada juga oknum di internal MA yang turut membantu?, " ujar Kurnia.
"Selain Andi Irfan Jaya, apakah ada politisi lain yang juga terlibat dalam perkara ini?, " tambah Kurnia.
ICW menilai, tiga poin tersebut setidaknya harus didalami oleh KPK dengan menanyakan perkembangannya kepada Kejaksaan Agung atau pun Kepolisian. Nantinya, jika jawaban yang didapat sekadar normatif atau ada upaya untuk melindungi pihak tertentu, maka sudah selayaknya KPK dapat mengambil alih seluruh penanganan yang ada pada Kejaksaan Agung atau pun Kepolisian sebagaimana diatur dlm Psl 9 ayat (1) PerPres Supervisi.
Kurnia menambahkan, lain hal dari itu Perpres ini sekaligus menjadi pengingat bagi Pimpinan Kejaksaan Agung atau Kepolisian agar dapat kooperatif jika KPK sedang melakukan supervisi. ICW, kata Kurnia, tidak berharap hal yang dilakukan Kejaksaan Agung saat menangani perkara Pinangki kembali berulang.
"Satu contohnya ketika Kejaksaan Agung diduga tidak melakukan koordinasi kepada KPK saat melimpahkan perkara ke Pengadilan. Praktik ini ke depannya tidak boleh lagi terjadi," tegas Kurnia.
Dia juga berharap, agar lembaga antirasuah tersebut juga lebih menaruh perhatian terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang mangkrak di Kejaksaan maupun Kepolisian. "ICW mengingatkan kepada KPK agar dapat fokus juga kepada supervisi kasus-kasus mangkrak pada penegak hukum lain, baik Kepolisian dan Kejaksaan," kata Kurnia.
Menurut Kurnia, jika memang tidak ada perkembangan yang signifikan dalam perkara korupsi yang ditangani aparat penegak hukum yang lain, maka KPK harus mulai mengambil inisiatif untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyambut baik terbitnya Peraturan Presidan No.102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia mengatakan pihaknya sudah menanti beleid ini sejak setahun lamanya sejak terbitnya UU No.19/2019 tentang KPK atau revisi UU KPK.
Dia mengatakan, dengan adanya beleid ini, KPK bakal lebih optimal dalam menjalankan fungsi supervisi. "Kini pelaksanaan tugas supervisi sudah dapat dioptimalkan," ucapnya.
Menurut Nawawi selama ini banyak perkara tindak pidana korupsi yang ditangani aparat penagak hukum lain belum disupervisi secara optimal oleh KPK. Hal ini, lantaran belum adanya instrumen mekanisme supervisi.