REPUBLIKA.CO.ID, KALIMANTAN BARAT--Berdasarkan data BMKG, pada periode awal musim hujan di akhir tahun ini diikuti dengan adanya fenomena La Nina yang mengakibatkan peningkatan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah yang terdampak fenomena La Nina antara lain wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kementerian Pertanian diwakili Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Edy Purnawan menghimbau agar setiap daerah yang terdampak fenomena La Nina segera melakukan langkah-langkah antisipasi. “Kementan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi dan juga Balai Perlindungan di setiap daerah terus melakukan langkah-langkah antisipasi. Kami menyiapkan beberapa program skala nasional antara lain penggunaan teknologi biopori, pemanfaatan pompa air pada lokasi terdampak banjir, normalisasi saluran air, sarana pengaliran / penampung air, dan asuransi usaha tani padi untuk antisipasi kerugian pada lahan terdampak banjir," kata Edy.
Bertanam pada musim hujan walaupun kebutuhan air tercukupi namun petani akan banyak menemui kendala dan tantangan. Hal ini dikarenakan padi memang merupakan tanaman yang memerlukan air, tetapi bukan tanaman air. Sehingga air bagi pertanian harus dapat dikelola sesuai dengan tahap pertumbuhan tanaman. Di sisi lain, musim hujan juga seringkali menyusahkan para petani karena secara umum perkembangan OPT di musim hujan berlangsung lebih pesat dan mengakibatkan kerusakan tanaman lebih parah apalagi bila intensitas serangan dan populasi OPT di musim sebelumnya tinggi yang disebabkan salah satunya oleh anomali iklim.
Efek atau fenomena La Nina diprediksi akan memberikan pengaruh lebih dibandingkan kondisi musim hujan yang biasanya. Mendukung program Kementan untuk ansipasi dampak perubahan iklim akibat fenomena La Nina, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat melalui UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura turut melakukan langkah-langkah penanganan dampak perubahan iklim.
Petugas POPT UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat, Diky Dwi C, mengatakan saat ini perubahan iklim semakin sulit diramalkan sehingga kondisi semacam ini secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan perilaku OPT dan meningkatnya gangguan yang ditimbulkan. Hal ini perlu diwaspadai oleh petani untuk mempersiapkan pertanaman musim hujan, karena sumber OPT seperti masih banyak terdapat pada ratun-ratun atau singgang yang tumbuh dari tunggul tanaman padi yang dipanen.
Beberapa OPT yang harus diantisipasi pada musim hujan antara lain Hawar Daun Bakteri (HBD), wereng batang cokelat, tikus, dan blas. "Kami imbau kepada petani untuk ekstra waspada dan lebih siap dalam menghadapi musim hujan kali ini ini dengan melakukan pengamatan secara rutin terhadap keberadaan OPT pada tanaman. Karena hasil dari pengamatan tersebut menjadi dasar untuk tindakan pengendalian selanjutnya," kata Diky.
Di tempat terpisah, Yuliana Yulinda, Kepala UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kalbar menjelaskan, “Budidaya tanaman di musim kemarau maupun di musim penghujan sebenarnya sama-sama memiliki resiko gagal panen, perbedaannya terletak pada penyebabnya saja. Jika di musim kemarau biasanya disebabkan karena kurangnya pasokan air, sementara kalau di musim penghujan disebabkan karena kelebihan air, dimana curah hujan tinggi tentunya akan menyebabkan kelembaban yang tinggi dan kondisi ini sangat mendukung populasi hama meningkat dan tingkat keparahan penyakit menjadi lebih tinggi.
“Untuk mengantisipasi hal tersebut, UPT Perlindungan TPH Kalbar bersama seluruh petugas POPT telah melakukan beberapa hal sebagai tindakan antisipasi, antara lain yaitu (1)) monitoring dan evaluasi kondisi iklim, baik itu melalui kerja sama dengan BMKG, SMPK maupun dari hasil pengamatan AWS yang kemudian dipadukan dengan analisis peramalan OPT; (2) berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memetakan daerah sentra hortikultura yang rawan terkena dampak perubahan iklim dan tindakan pengendalian yang dapat dilakukan bersama; (3) pemantauan perkembangan OPT secara intensif untuk mengetahui perkembangan OPT sebagai dasar tindakan pengendalian yang dilakukan; (4) bimbingan kepada para petani untuk melakukan penyesuaian kultur teknis budidaya sebagai upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim, seperti penggunaan varietas toleran, pengaturan jarak tanam, sanitasi lingkungan, perbaikan drainase, pemupukan dengan dosis yang tepat serta pemanfaatan agensia hayati dalam pengendalian OPT,"kata Yulinda.
Di tempat terpisah, Dirjen Tanaman Pangan Suwandi mengingatkan seluruh stakeholder pertanian yaitu baik pusat, provinsi dan termasuk petani untuk melakukan langkah-langkah antisipasi menghadapi musin hujan kali ini yang diperburuk dengan adanya fenomena La Nina.
“Antisipasi mengatasi musim hujan, persiapkan alat-alat, sarana produksi dan pasca panen yang memadai. Bagi wilayah rawan banjir, gunakan benih padi toleran genangan seperti Inpara 1-10, Inpari 29 rendaman, Inpari 30, Ciherang Sub-I, dan sejenisnya," kata Suwandi.