Jumat 30 Oct 2020 17:46 WIB

Serangan di Nice dan Tudingan Erdogan Mengipasi Kebencian

Pelaku penyerangan di sebuah gereja di Nice diketahui seorang imigran dari Tunisia.

Red: Andri Saubani
Polisi Prancis berjaga di dekat Gereja Notre Dame di Nice, selatan Prancis, Kamis, 29 Oktober. Presiden Prancis Emmanuel Macron menambah hingga 7.000 tentara untuk berjaga usai serangan pisau yang menewasakn tiga orang, Kamis.
Foto: Eric Gaillard/Pool via AP
Polisi Prancis berjaga di dekat Gereja Notre Dame di Nice, selatan Prancis, Kamis, 29 Oktober. Presiden Prancis Emmanuel Macron menambah hingga 7.000 tentara untuk berjaga usai serangan pisau yang menewasakn tiga orang, Kamis.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria, Dwina Agustin, Zainur Mashir, Reuters

Aksi penyerangan yang menewaskan tiga orang dan melukai sejumlah orang lainnya di sebuah gereja Cote D’Azur, Nice, Prancis pada Kamis (29/10).Wali Kota Nice Christian Estrosi menyebut peristiwa itu sebagai serangan terorisme.

Baca Juga

Estrosi mengatakan di media sosial Twitter, penyerangan dilakukan pelaku dengan pisau. Serangan itu langsung membunuh dua orang di dalam gereja. Korban tersebut adalah seorang wanita berusia 60 tahun yang hampir dipenggal dan seorang pria berusia 55 tahun yang tenggorokannya disayat.

Sedangkan, seorang wanita berusia 44 tahun berhasil melarikan diri ke kafe terdekat setelah ditikam beberapa kali, tetapi meninggal kemudian. Belakangan diketahui,seorang saksi telah berhasil membunyikan alarm dengan sistem perlindungan khusus yang dipasang oleh kota.