REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota komisi II DPR RI Mardani Ali Sera memberi masukan bagi pemerintah dalam pembuatan peraturan turunan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Mardani menyoroti kesalahan pemerintah saat merancang hingga mengesahkan UU Cipta Kerja jangan sampai terulang dalam pembuatan aturan turunannya.
Mardani mengingatkan, pemerintah agar tak menutup-nutupi aturan turunan UU Cipta Kerja. Segala prosesnya harus menjadi konsumsi masyarakat agar bisa terus terpantau.
"Lakukan secara transparan dan akuntabel. Selalu update hingga jadi milik publik," kata Mardani pada Republika, Jumat (30/10).
Politisi asal Partai Keadilan Sejahtera tersebut juga meminta pemerintah membuka diri agar pihak lain bisa turut memberi masukan aturan turunan UU Cipta Kerja. Dia berharap, pemerintah tak jalan sendiri dan menutup kuping seperti saat mengesahkan UU Cipta Kerja.
"Ajak semua stakeholders ikut membahas dan dengarkan harapan dan ajak diskusi. Masukan kaum buruh didengar juga," ujar Mardani.
Mardani mengusulkan, agar pemerintah membuat desk khusus yang membahas peraturan turunan UU Cipta Kerja. Sebab jumlah hal yang diatur dalam aturan tersebut sangatlah banyak dan lintas lembaga.
"Baiknya ada Desk Peraturan Turunan UU Cipta Kerja. Pemerintah dan stakeholder yang akan diatur detailnya. Kalau kluster tenaga kerja ajak buruh, kalau pemda ajak kepala daerah, kalau lingkungan ajak aktivis dan LSM," ucap Mardani.
Diketahui, pemerintah sedang menggodok 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan untuk menindaklanjuti pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Namun secara hierarkis berdasarkan UU nomor 12 tahun 2014, kedudukan PP dan Perpres berada di bawah UU. Sehingga PP dan Perpres yang disahkan nanti sulit terlepas dari kandungan UU Cipta Kerja.